Rabu, 20 Agustus 2014

Masih Tetap Belajar (Memperingati HUT RI Ke-69)

Tidak ada niat lain ketika aku sendiri menuliskan ini. Hanya berniat untuk mengingatkan kembali, menjadi pelajaran kita semua yang akan bercengkrama dengan alam. Semoga selalu diberi kebaikan bagi kita yang berniat baik.



Merah Putih kala itu
Bulan Agustus adalah moment spesial untuk negeri tercinta Indonesia. Dimana tepat pada tahun ini Indonesia menikmati kemerdekaan 69 tahun lamanya. Menjadi agenda tahunan untuk para penikmat alam, untuk merayakannya diketinggian maupun lokasi tertentu. Kali ini, aku mengurungkan niatku untuk singgah ke Dieng merayakan moment kemerdekaan disana. Minimnya informasi ditambah awal perjalanan yang terlalu kemalaman membuatku pindah haluan ke lokasi camp di Kalipagu.
Ternyata antusias yang biasanya meramaikan lokasi camp, malam ini tampak sepi. Hanya beberapa motor saja yang sudah terpakir rapi. Aku dan mas Alfri pun akhirnya memutuskan untuk camp di BC. Lokasi yang bagus untuk menikmati malam dan juga matahari terbit yang lokasinya cukup dekat. Kami berjalan di iringi lagu untuk mengusir sepi, mataku begitu teliti mengamati setiap pijakan. Terkadang aku berhenti, mengamati perubahan disini. Banyak tanaman belukar yang sudah mati atau tersingkir dengan sengaja, hingga jalanan tampak begitu jelas. Belum lagi sisi pijakan yang ke arah jurang, terdapat longsoran yang masih baru. Aku teringat beberapa bulan yang lalu menginjakan kaki kesini, waktu itu untuk berjalan saja susah karena tanaman belukar masih menutup jalan tapi tidak untuk sekerang.
Akhirnya, setelah perjalanan penuh tanya sampai juga di sebuah shelter kecil. Ternyata ada rombongan lain yang juga camp kesini. Kami pun meminta izin untuk menempati shelter yang berada di ujung. Aku dan mas Alfri langsung mendirikan tenda dan berbenah. Terkadang aku melihat rombongan mereka yang terdiri dari 5 orang lelaki dengan bingung. Mereka tampak santai menikmati cemilan dan memasak. Hanya beralaskan tikar yang biasa untuk dirumah dan juga kompor kaleng yang menurutku kebesaran untuk memasak. Aku menyapa mereka, menanyakan mereka karena tidak ada tenda yang tampak berdiri padahal malam itu langit tampak mendung dan pastinya akan turun hujan. Ternyata mereka membawa, aku lega setidaknya ketika hujan mereka ada tempat berteduh.
Sembari aku mencemil jajanan, mereka ternyata mendirikan tenda. Cukup lama mereka mendirikan dengan keramaian membuatku dan mas Alfri penasaran. Benar saja, tenda mereka ternyata belum berdiri sempurna. Akhirnya kami membantu. Aku sedikit bingung mendirikan tenda mereka karena frame yang ternyata sebagian sudah rusak. Belum lagi tenda mereka tidak di lapisi flysheet ataupun cover, pastinya ketika hujan mereka akan tetap basah kuyup. Memutar otak, akhirnya mas Alfri memutuskan meminjamkan ponco untuk dijadikan flysheet dadakan. Aku sendiri berfikir, kenapa mereka begitu nekat membawa tenda dengan kondisi tidak layak. Kami pun, menawarkan jika kebasahan meneduh di tenda kami.
Malam kian larut, mereka tampak masih ramai membicarakan topic yang tidak aku tahu. Aku pun bersiap untuk pergi tidur, namun kobaran api yang tampak dari dalam tenda mengagetkanku dan mas Alfri. Kami langsung bertanya pada mereka, ternyata mereka berniat menyalakan api unggun dengan bantuan spirtus. Aku sedikit melongo mendengarnya, terlebih mereka menyalakan api unggun dekat dengan tenda kami. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi nanti jika api kian membesar. Mas alfri pun menyarankan untuk membuat api unggun di sebuah lubang yang ada, syukurlah mereka mau mengerti.
mentari di 17 Agustus 2014
Keesokkan paginya, matahari di 17 Agustus menyapa. Semalaman gunung Slamet setia dengan aktifitasnya yang meningkat, di tandai dengan suara gemuruh yang terus terdengar hingga pagi. Aku pun memasak sarapan dengan lauk sayur kacang panjang. Aku menyapa mereka yang tampak juga sibuk memasak sarapan. Kami saling bertukar makanan. Hingga akhirnya mereka pamitan lebih dulu untuk melanjutkan perjalanan. Aku pun berkeliling melihat bekas shelter yang mereka huni. Sayang sekali, api ditinggal masih menyala dan juga sampah berserakan kemana-mana terutama sampah tisu. Dengan miris menatap shelter favoritku, aku dan mas Alfri memunguti sampah tersisa dan memastikan api benar-benar pada.
Aku tersadar, pembelajaran yang baik perlu ditanamkan di dalam hati sebelum kegiatan apapun terutama kegiatan dengan alam dilakukan. Dulu sekali, aku selalu diajarkan untuk mengumpulkan sampah agar ketika turun bisa dengan mudah membawanya. Dan pastinya walaupun hanya sekedar camp ceria saja, perlengkapan standar untuk kegiatan di alam pasti dibawa dan dalam kondisi baik. Dan, api unggun semalam dipastikan sudah dalam keadaan padam total. Semoga pelajaran yang membuatku sadar, bisa membuat sadar mereka juga. Bahwa bijak itu sangat diperlukan terutama ketika kita bercengkrama dengan alam.










Sabtu, 16 Agustus 2014

Mimpi Bukanlah Hanya Sebuah Kata (Perjalanan Menuju Papandayan)

gunung Papandayan
Perjalanan luar biasa untuk menggapai mimpi. Memulai semua dari kota tercinta Purwokerto memakai motor menuju titik pertemuan pertama di terminal Guntur Garut. Perjalanan panjang d hiasi macet yang akhirnya mendaratkan aku dan mas Alfri di terminal Guntur setelah perjalanan 10 jam. Kami bertemu mas Ari dari Indramayu yang sudah menunggu berjam-jam. Enggan menunggu hingga esok, kami mencicil perjalanan menuju basecamp David yang berada di Cisurupan. Sebelumnya kami berhenti membekali logistic dan juga mengisi perut yang sudah lapar.

pemandian air panas menjadi minat wisatawan
Tepat pukul 22.00 waktu setempat kami sampai di gerbang pendakian Papandayan untuk registrasi. Perjalanan malam yang menguras tenaga. Terlebih akses jalanan yang minim pencahayaan dan aspal yang sudah hancur hingga menyulitkan motor untuk bergerak leluasa. Syukurlah,kita sampai dengan selamat. Setelah registrasi kami ke basecamp David untuk menitipkan motor. Awalnya, kami berencana untuk langsung memulai perjalanan. Namun, karena tidak di izinkan akhirnya kami memutuskan untuk camp di area Camp David. Mengistirahatkan badan yang lelah setelah perjalan motor total 12 jam.
Ke esokkan harinya setelah memulihkan tenaga ditambah sarapan, kami siap untuk memulai pendakian. Pemandangan dari area Camp David sungguh menakjubkan. Kawah yang mengeluarkan asap menjadi daya tarik wisatawan. Apalagi disini menyediakan kolam air panas yang pastinya memanjakan. Kami memulai pendakian bersama rombongan lain yang ternyata kebanyakan masih berdomisili di area Jawa Barat dan sekitarnya.

perjalanan di tengah tandusnya tanah
Cuaca sangat cerah, membuat keringat bercucuran menapaki jalan batu terjal yang di sisi kirinya adalah kawah aktif dan kanannya tebing batu. Sangat cantik. Selama perjalanan aroma belerang dari kawah yang terus mengeluarkan asapnya menjadi pemandangan spesial yang berbeda. Tidak semua gunung memiliki pesona ini. Akhirnya kami meninggalkan kawasan kawah setelah melewati satu warung yang cukup menggoda. Iya benar. Disini masih terdapat warung dan terakhir berada di Pondok Saladah tujuan camp kami. Namun soal harga jangan ditanya. Untuk gorengan saja lima ribu rupiah untuk empat gorengan.
Kami berjalan menapaki bebatuan yang akhirnya turun menemukan kami pada sungai yang airnya sangat menyegarkan. Sejenak beristirahat dan duduk sambil mengobrol dengan pendaki lain. Sayangnya airnya sudah becampur belerang, jadi tidak bisa kami minum. Perjalanan kembali dimulai dengan cuaca yang mulai memanas. Tanjakan terbuka cukup menguras tenaga. Hanya beberapa meter saja yang ditutupi pepohonan rindang. Selebihnya setelah tanjakan panjang, kami sampai di jalanan berbatu yang terbuka. Suara motor trail menjadi perhatianku. Benar saja ternyata motor trail juga bisa naik sampai ke pos Pondok Saladah. Tertarik untuk menggunakan jasanya pastinya harus merogoh kocek lumayan.

perpaduan antara gersang dan hijau
Tidak menyerah oleh panas yang mulai menguras tenaga, ternyata kami sudah berjalan selama 2 jam. Menikmati panorama kawah dari sini sungguh cantik. Bukit hijau dan gersang berpadu padan layaknya ratu dan raja. Tak lama akhirnya kami sampai di pos yang ke tiga. Disini banyak pendaki beristirahat sembari jajan di warung yang ada. Karena ramai kami memutuskan untuk kembali berjalan. Dan akhirnya hutan rimbun menjadi teman perjalanan. Jalan setapak yang sangat jelas tentunya tidak membuat kami yang baru pertama kali kesini bingung. Jalanan datar dan rimbun membuat rasa kantuk mulai menjalar. Akhirnya tidak perlu waktu lama kami sampai juga di area Pondok Saladah. Semua pendaki tumpah ruah disini mendirikan tenda untuk bermalam. Banyak diantara mereka yang memilih mendirikan tenda diantara pepohonan guna menghindari angin yang berhembus. Kami pun akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat sejenak untuk nanti sore melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati.

hutan mati
Aku terbangun dari mimpi mendapati kedua teman pendakianku tengah mengopi sambil mengobrol. Karena sudah waktu jam makan siang, aku memutuskan untuk memasak. Angin yang berhembus kencang membuatku dan yang lain memutuskan untuk mencari tempat lain yang lebih hangat pastinya. Setelah santapan sederhana nasi putih dengan lauk, telor porak poranda dan sup kobis kami berbenah untuk menempati satu shelter yang cukup nyaman dan hangat. Ada tetangga sebelah pendaki dari Ciledug yang banyak memberitahu kami informasi. Akhirnya, sebelum sore kami memutuskan untuk ke Hutan Mati. Perjalanan yang cukup unik karena harus melewati kubangan air. Untuk menyentuh air saja enggan. Kami berputar hingga akhirnya sungai kecil bisa di lewati. Hal yang indah menjadi sorot, menghentikan langkah kami. Ternyata taman edelwise menjadi gerbang menuju Hutan Mati. Rasa rindu pada bunga cantik ini terbayar dengan ratusan edelwise siap mekar dengan khas Jawa Barat berwarna kecoklatan membuat mataku enggan lepas darinya. Harum aromanya begitu membuatku mabuk dan rasanya ingin terus menatap tanpa rasapa bosan. Setelah puas berjam-jam akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Akhirnya, sapaan Hutan Mati begitu mempesona tak kalah dengan ladang edelwise. Ternyata memang benar, selama ini hanya menatap eksotisnya dari foto dan sekarang langsung dihadapan. Mempesona. Ke unikan akan hutan mati yang dimiliki papandayan begitu terkenal dan menjadi daya tarik tersendiri. Alhamdulillah, aku bisa menikmati pesona alam yang satu ini di saat senja mulai menyapa. Kami berkeliling mengitari dan mengamati tiap pohon yang hanya menyisakan batang hitam yang hangus terbakar. Dasyatnya kala itu. semakin gelap kami memutuskan untuk kembali ke tenda, karena udara dingin mulai menyelimuti. Sembari mengisi air kami mengobrol dengan pendaki dari Banten. Tak lupa oleh-oleh khas Papandayan yang terbuat dari batang pohon cantigi menjadi perhatianku. Tapi, aku memutuskan untuk membeli di bawah kata seorang penjaga yang mungkin sampai bosan aku tanya terus menerus. Malam itu langit sangat cerah dingin menusuk tulang. Ribuan bintang berkelip dengan cantik menambah pesona dan nikmat yang tiada duanya. Kami tertidur tanpa makan malam karena kantuk dan lelah mulai menjalar. Dan ketika tengah malam datang perut keroncongan membuatku  terbangun. Alhasil sembari mengisi perut aku membuat agar-agar untuk besok pagi. Pastinya esok perjalanan akan kembali menyenangkan.

track menuju tegal alur
Bangun mendahului yang lain, aku bergegas menyiapkan kopi dan juga memasak sarapan. Ternyata aktivitasku, menumis bumbu masakan menarik perhatian rombongan pendaki yang memang dari kemarin menjadi teman mengobrol dan sharing kami. Matahari semakin naik, namun rasa dingin masih hinggap hingga sarapan kala itu menjadi energy baru lagi. Kami bersiap menyiapkan segalanya tak lupa juga membawa cemilan dan kamera. Kami melanjutkan untuk menuju ke Tegal Alur.  Awalnya sempat pesimis, ketika melihat track dengan tanjakan cukup lumayan. Namun rasa itu aku buang jauh-jauh demi melihat langsung Tegal Alur. Kami berjalan santai melewati hutan yang rimbun mengikuti petunjuk dari tali raffia. Berjalan menanjak hingga akhirnya medan bekas sungai mati menjadi santapan pagi. Sungguh nikmat sekali. Tidak perlu waktu lama, pendaki yang akan turun memberitahu kami bahwa sudah dekat dengan ladang edelwise. Semangat memuncak. Benar saja  ketika keluar dari hutan ladang, edelwise menyapa begitu cantiknya. Seperti di tempat khusus milik kami, karena kebetulan hanya kami bertiga. Rasa nyaman begitu saja menghinggapi kami disini. Satu jam berlalu, kami kembali melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan pendaki dari Bekasi. Mereka baik sekali, menawari kami berfoto dan menunjukkan arah. Banyak cerita kami dapat dari mereka. Darisini kami bisa melihat sekeliling Papandayan dengan lengkap. Dari area Camp, Kawah dan Hutan Mati. Usai berpamitan kami kembali berjalan menuju Tegal Alur.

tempat impian
Perjalanan kali ini sangat santai, berjalan membelah hutan yang unik. Karena pohonnya tidak memiliki daun. Suasana dingin dan gelap dan juga jalan yang landai mendominasi hingga seketika ketika cahaya matahari menyapa, kembali edelwisenya menyapa. Dan ucapkan selamat datang pada Tegal Alur. Ladang edelwise dengan sejuta pesonanya. Aku di buat mabuk kepayang hingga melakukan hal bodoh, berguling ria di rerumputan. Tidak masalah orang lain yang ada menganggap aku aneh, yang penting aku menikmati dan tidak menganggu. Banyak waktu kami habiskan disini menikmati pesona Tegal Alur yang selama ini hanya bisa dilihat dari foto saja. Inilah impianku, Tegal Alur. Rasanya saat itu aku seperti tidak percaya. Berkali-kali aku mencubit tanganku meyakinkan aku ini bukan mimpi. Dan memang bukan. Rasa syukur senang dan haru bercampur menjadi satu. Terlebih rasa rindu pada kedua orang tuaku seandainya mereka ikut kesini menemaniku mewujudkan mimpi. Tapi, oleh-oleh khusus sekedar foto setidaknya pasti akan menghibur kedua orang tuaku nanti. Inilah tempat impianku, dan disini aku percaya bahwa mimpi bukan hanya sekedar kata.

Ketika kembali turun untuk kembali pula menemui jalanan kembali kerumah, rasa enggan hinggap menggelayut. Ingin rasanya menambah satu hari lagi disini, namun apa daya. Rencana kami sudah di bulatkan untuk kembali sesegara mungkin mengingat waktu liburan akan segera habis. Namun rasa syukur dan rindu pastinya akan masih membekas hingga waktu yang lama.

yang selalu membuat rindu
Syukurlah, kami sampai kembali di basecamp sebelum waktu yang di sepakati. Tidak lupa pastinya membeli souvenir untuk teman-teman dan aku sendiri. Aku senang sekali, mendapati ukiran daun cantigi yang dibentuk menjadi kalung. Mahal tapi sepadan untuk keuletan dan hasilnya yang unik. Kami pulang dengan perasaan senang dan puas. Rencananya kami akan melanjutkan untuk camp di basecamp Cikuray. Karena terlalu malam dan perjalanan masih jauh ditambah gerimis, kami memutuskan untuk camp di lapangan. Alhamdulillah, ada bapak baik dan pak RT yang mengizinkan kami untuk menggunakan kebunnya untuk kami jadikan camp area. Malam itu hujan turun semalam suntuk. Aku terlelap dan sesekali bangun mendapati hujan masih terus turun hingga pagi. Alhasil, kami mengurungkan niat kami untuk sekedar main ke basecamp Cikuray karena ketika hujan reda sudah terlalu siang.

Akhirnya kami pulang mas Ari berpisah di Tasikmalaya kota, aku dan mas Alfri melanjutkan perjalanan berdua menuju kota tercinta. Beberapa kali kami beristirahat untuk menghilangkan kantuk dan lapar. Berhenti di perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah dan menyempatkan diri untuk minum kelapa muda. Lucunya saat itu kami sengaja masak mie instan mengganjal perut karena keroncongan. Pemudik yang terjebak macet melihat kami dengan heran. Pastinya seperti itu, karena selain kami melakukan hal yang unik, kami juga kelihatan kucel dan kummel. Tapi, semua itu adalah bumbu cerita yang menjadi pemanis. Semoga masih bisa menikmati lagi, perjalanan menggapai mimpi.

berjalan menepi melewati kawah aktif


terik matahari 
pondok saladah

seperti rumah edelwise

main petak umpet di antara edelwise
kasur edelwise buat betah

jangan mengambil apapun kecuali gambar

kami bertiga pemuda pemudi yang penuh mimpi

tegal alur tempat mempesona

timy di tegal alur
view yang sangat mempesona
tracking pulang

perbatasan Jawa Barat




simbol Banjar

si putih pinjaman istirahat dulu

edelwise dan mimpi
memo untuk orang terkasih

Selasa, 12 Agustus 2014

Ramadhan Tetap Semangat (Agenda Lintas Komunitas)

Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Tindakan ataupun niat yang baik (insyallah) akan diberi ganjaran pahala oleh ALLAH SWT. Sebagai kaum muda yang penuh kreatifitas dan energi, bersama teman-teman yang hebat  pastinya selama bulan Ramadhan beberapa kegiatan positif di agendakan. Mengikut sertakan pemuda-pemudi dari berbagi komunitas sehingga kegiatan ini diberi nama “Lintas Komunitas”. Pastinya aku sendiri sangat antusias untuk kegiatan yang satu ini. Karena hanya setahun sekali selama bulan Ramadhan.


hujan-hujanan demi membagikan takjil
Tanggal 13 Juli 2014 adalah awal kegiatan. Di mulai dengan membungkus ratusan takjil di pasar Pereng berlanjut puluhan takjil yang datang secara bergantian. Ratusan takjil yang tersamar kantong plastic hitam akhirnya siap di bagikan tepat ketika sore itu gerimis mulai turun. Awalnya sedikit ragu, namun ratusan takjil yang menunggu mendorong kami semua untuk berjalan menuntaskan amanah. Satu persatu takjil berpindah tangan untuk orang yang membutuhkan. Dari penjaga warung, pengendara motor, tukang becak, pengemis, pengamen, orang-orang yang lalu lalang dan masih banyak lagi. Walaupun akhirnya hujan turun semakin deras tidak mengendurkan niat kami. Basah kuyup bukan masalah. Beberapa dari kami mundur memlilih untuk berteduh namun banyak juga yang basah-basahan untuk tetap menghabiskan stok takjil. Subhanllah nikmat Allah bagi kami semua. Dibasahi air dari langit semoga bisa melunturkan dosa-dosa selama ini. Ketika suara adzan berkumandang rasa syukur menikmati takjil bersama teman-teman yang hebat ditemani dingin dan hujan menambah kesan tersendiri di Ramadhan tahun ini. Aku membayangkan orang-orang yang di luar sana juga tengah menikmati santapan berbuka puasa mereka dengan takjil dan rasa syukur. Semoga semuanya menikmati indahnya Ramadhan kali ini.

berbuka bersama setelah membagikan takjil di depan toko



bersama Qta Berbagi
Tanggal 18 Juli 2014 adalah kegiatan bersama dari teman-teman “QTA BERBAGI”. Baksos yang akan dilaksanakan di panti asuhan Nurul Ummah Kaliori ini adalah baksos pertamaku bersama teman-teman baru. Setelah pulang kerja lebih dahulu aku bersama mas Dodo berkumpul di asrama perawat Rs.Margono. banyak dari teman-teman Qta Berbagi, hanya segelintir orang yang mewakili komunitas masing-masing. Segera setelah semua berkumpul, kami meluncur ke lokasi. Awalnya aku mas Dodo mas Aji dan mas Ipul berhenti sejenak menikmati senja di Perkemahan Bumi Kendalisada sembari mengobrol masalah satwa. Tidak banyak yang aku tau, aku hanya mendengarkan sembari sibuk mengamati semut yang cukup membuatku geli. Tidak lama, kami langsung menyusul ke lokasi. Semua ternyata sudah menunggu. Tanpa basa-basi kami langsung bergabung. Mendengarkan sambutan dan pengajian sembari menunggu berbuka puasa. Aku mengamati anak-anak kecil yang cantik dan damai diwajahnya. Ada satu anak yang bernama Susi menyita hampir seluruh perhatianku. Dia sangat pemalu bahkan enggan menjawab pertanyaanku padanya. Namun aku tidak menyerah. Aku berusaha mencoba dekat dengannya. Cukup sulit namun setidaknya setelah setengah jam mencoba dia sudah mau menjawab lewat suara merdu kecilnya. Anak yang manis. Waktu berbuka akhirnya tiba aku masih duduk disampingnya diluar masjid sembari mengobrol bersama beberapa anak panti yang lebih besar. Setelah shalat dan makan kami mengadakan foto bersama. Pemberian berbagai macam donasi secara simbolis, berfoto bersama dan selesai. Rasanya sangat singkat berjumpa dengan mereka. Aku belum mengobrol dengan mereka semua, namun waktu yang harus memisahkan. Doaku semoga kelak mereka menjadi manusia yang hebat dan berguna untuk bangsa dan agama pastinya.
bersama anak-anak Panti Asuhan Nurul Ummah



membungkus takjil di sekre Semutpala
 Tanggal 20 Juli 2014, menurutku adalah hari paling istimewa. Ibu ku mendapat pesanan untuk membuat ratusan takjil. Dibantu mas Alfri aku dan ibuku membungkus takjil yang nantinya akan dibagikan. Setelah semua siap mas Apris menjemput ratusan takjil dan membawanya ke titik point di sekre Semutpala. Di sekre Semutpala sudah berkumpul ratusan takjil siap angkut yang nanti akan dibawa ramai-ramai ke terminal Bulu Pitu Purwokerto. Antusias kali ini sungguh memanas terlebih bulan Ramadhan sudah mendekati akhirnya. Dimana orang-orang berebut pahala. Setelah semua berkumpul di taman kecil terminal tak lupa doa bersama dipanjatkan demi kelancaran kegiatan kali ini. Setelah selesai sedikit komando membuat kami memecah menjadi beberapa regu. Aku bersama mas Alfri dan relawan kecil Felita membawa dua kardus dan langsung membagikan pada kernet bus yang kami lihat. Ada bapak-bapak tua juga tak lupa mendapat rezeki untuk berbuka, senang melihat senyum kebahagian dari wajahnya yang terbakar matahari karena mengasi rezeki. Ternyata pembagian takjil kali ini laris manis bagai semut mendapat gula. Tidak perlu waktu lama takjil ludes seketika. Sambil menunggu waktu berbuka sebagian dari kami bermain di taman atau sekedar berfoto-foto ria. Dan akhirnya kegiatan ditutup dengan berbuka ala kadarnya ditemani gerimis. Semangat selalu.
membagikan takjil untuk petugas di terminal




pembagian masker gratis di perempatan Tanjung
Tanggal 26 Juli 2014, agenda terakhir. Sebenarnya rencana awal akan ada satu agenda puncak, yaitu posko mudik. Tapi karena beberapa hal diputuskan pembagian masker adalah agenda lintas komunitas yang terakhir. Ba’da dzuhur mas Apris memberitahuku, memastikan aku untuk ikut pembagian masker. Telat lebih dari 2 jam aku datang ditemani gerimis yang sudah mulai mereda. Ternyata sudah berkumpul mas Apris, mas Aji, mas Jaja, mas Kantong dan mba Tyas. Dengan muka polos karena telat, aku langsung menyodorkan satu kotak masker kecil donasi dari seseorang. Akhirnya dengan personil sedikit karena yang lain sudah mudik kami memulai kegiatan ini tetap dengan semangat. Bertemu dengan polisi penjaga lalu lintas sembari meminta izin dan membagikan masker. Syukurlah, kegiatan kami diterima positive. Pembagian masker kali ini diutamakan pastinya untuk pemudik. Namun bagi yang mau boleh saja meminta, gratis. Aku pikir pembagian masker kali ini akan mudah dan cepat. Ternyata, cukup sulit. Banyak yang menolak menerima masker dengan alasan sudah punya dan kebanyakan mereka menganggap masker kami di jual. Padahal kami sudah menyematkan tulisan besar “MASKER GRATIS”.  Tidak menyerah walaupun akhirnya personil tinggal menyisakan 4 orang. Kami bergantian membagi masker berpacu dengan lampu merah. Diantara pemudik, ada juga pengendara mobil atau pengendara motor lokal yang turut meminta. Debu dan asap dijalanan cukup menganggu, terutama untuk pemudik jarak jauh yang membutuhkan konsentrasi dan tenaga yang fit. Syukurlah, kegiatan berakhir setelah waktunya berbuka puasa tinggal menunggu menit.

membagikan masker untuk pemudik

Serangkaian kegiatan selama bulan ramadhan kali ini semoga membawa berkah untuk semuanya. Dan semoga untuk para relawan yang turut serta mengikuti kegiatan lintas komunitas tetap solid dan kompak. Kalian sunggu luar biasa.

-Doc foto Mas Apris dan Mas Aji Setiabudi-
membungkus takjil yang akan dibagikan
pembagian takjil
pembagian takjil saat hujan



pembungkusan takjil
berkumpul di dekat taman sebelum pembagian takjil
membagikan takjil untuk tukang becak di kawasan terminal



menunggu lampu merah untuk membagikan masker

masker gratis untuk pemudik