![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj59clO7vQCWk3-9lp5EpCD4gQf2x753uFuikvd9xn2gWu4j42283L0K0y72co0rFZXZJ23DM0OnZCm3RyRY3fX3NpFpl4JC4LIu7hWGInkdGvrsgVdQKjdYbGNj85WIuvzOIPpmba9mfs/s1600/DSCN0001.JPG) |
gunung Papandayan |
Perjalanan luar biasa untuk menggapai mimpi. Memulai semua
dari kota tercinta Purwokerto memakai motor menuju titik pertemuan pertama di
terminal Guntur Garut. Perjalanan panjang d hiasi macet yang akhirnya
mendaratkan aku dan mas Alfri di terminal Guntur setelah perjalanan 10 jam.
Kami bertemu mas Ari dari Indramayu yang sudah menunggu berjam-jam. Enggan
menunggu hingga esok, kami mencicil perjalanan menuju basecamp David yang
berada di Cisurupan. Sebelumnya kami berhenti membekali logistic dan juga
mengisi perut yang sudah lapar.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmodObt0E_t3X25_YndCUhYJf68SRX7J8tBsfO-IhveKMV8ip5gILJymc5GpYl6bile5y0WbV0Ec6yMgXSsKNanKajlemOFLIDlrdWxySd88bomY2vkH_tqqd3r6rjYVjIi0JkOQtQ05Y/s1600/DSCN0016.JPG) |
pemandian air panas menjadi minat wisatawan |
Tepat pukul 22.00 waktu setempat kami sampai di gerbang
pendakian Papandayan untuk registrasi. Perjalanan malam yang menguras tenaga.
Terlebih akses jalanan yang minim pencahayaan dan aspal yang sudah hancur hingga
menyulitkan motor untuk bergerak leluasa. Syukurlah,kita sampai dengan selamat.
Setelah registrasi kami ke basecamp David untuk menitipkan motor. Awalnya, kami
berencana untuk langsung memulai perjalanan. Namun, karena tidak di izinkan
akhirnya kami memutuskan untuk camp di area Camp David. Mengistirahatkan badan
yang lelah setelah perjalan motor total 12 jam.
Ke esokkan harinya setelah memulihkan tenaga ditambah
sarapan, kami siap untuk memulai pendakian. Pemandangan dari area Camp David
sungguh menakjubkan. Kawah yang mengeluarkan asap menjadi daya tarik wisatawan.
Apalagi disini menyediakan kolam air panas yang pastinya memanjakan. Kami
memulai pendakian bersama rombongan lain yang ternyata kebanyakan masih
berdomisili di area Jawa Barat dan sekitarnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9nkZG98VlHgg262KRolNxzjNxx_d0hg6GXUlDJXY-lvnPpUEi6DAle-CkchMxtffnQyXyLljRhqTcRW4cg3gIqU3w07B_VRdFoaGqQSFUlyWA2voxUHBrcxmams053T1evHPgMbtps6o/s1600/DSCN0004.JPG) |
perjalanan di tengah tandusnya tanah |
Cuaca sangat cerah, membuat keringat bercucuran menapaki jalan batu terjal yang di sisi kirinya adalah kawah aktif dan kanannya tebing
batu. Sangat cantik. Selama perjalanan aroma belerang dari kawah yang terus
mengeluarkan asapnya menjadi pemandangan spesial yang berbeda. Tidak semua
gunung memiliki pesona ini. Akhirnya kami meninggalkan kawasan kawah setelah
melewati satu warung yang cukup menggoda. Iya benar. Disini masih terdapat
warung dan terakhir berada di Pondok Saladah tujuan camp kami. Namun soal harga
jangan ditanya. Untuk gorengan saja lima ribu rupiah untuk empat gorengan.
Kami berjalan menapaki bebatuan yang akhirnya turun
menemukan kami pada sungai yang airnya sangat menyegarkan. Sejenak beristirahat
dan duduk sambil mengobrol dengan pendaki lain. Sayangnya airnya sudah becampur
belerang, jadi tidak bisa kami minum. Perjalanan kembali dimulai dengan cuaca
yang mulai memanas. Tanjakan terbuka cukup menguras tenaga. Hanya beberapa
meter saja yang ditutupi pepohonan rindang. Selebihnya setelah tanjakan
panjang, kami sampai di jalanan berbatu yang terbuka. Suara motor trail menjadi
perhatianku. Benar saja ternyata motor trail juga bisa naik sampai ke pos
Pondok Saladah. Tertarik untuk menggunakan jasanya pastinya harus merogoh kocek
lumayan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwxfaQmCzg7PkQiu2ZtqyXrYK8BtzIYn4KLBtzHxh0BDDb4ErId37TxuYBiyQZdiCvHxtCEUVfzr48Eo-6lSNQtHVx52n_WB1OFX5cLW00VvomTWbIvctSKl-0LkvHP8zOIDtAMfN4xcw/s1600/DSCN0002.JPG) |
perpaduan antara gersang dan hijau |
Tidak menyerah oleh panas yang mulai menguras tenaga,
ternyata kami sudah berjalan selama 2 jam. Menikmati panorama kawah dari sini
sungguh cantik. Bukit hijau dan gersang berpadu padan layaknya ratu dan raja.
Tak lama akhirnya kami sampai di pos yang ke tiga. Disini banyak pendaki
beristirahat sembari jajan di warung yang ada. Karena ramai kami memutuskan
untuk kembali berjalan. Dan akhirnya hutan rimbun menjadi teman perjalanan.
Jalan setapak yang sangat jelas tentunya tidak membuat kami yang baru pertama
kali kesini bingung. Jalanan datar dan rimbun membuat rasa kantuk mulai
menjalar. Akhirnya tidak perlu waktu lama kami sampai juga di area Pondok Saladah.
Semua pendaki tumpah ruah disini mendirikan tenda untuk bermalam. Banyak
diantara mereka yang memilih mendirikan tenda diantara pepohonan guna
menghindari angin yang berhembus. Kami pun akhirnya memutuskan untuk mendirikan
tenda dan beristirahat sejenak untuk nanti sore melanjutkan perjalanan ke Hutan
Mati.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSbnveA7_2W2r7L-Ej2a2S4-94iyFFJLrT04tjh80NZ6DeqpMKkyh37UpKBhDyzr-m1WfI1umloaQALvUr0EazE1dvIy3LaEPVCQpFp1xGRpIFxdgphz9z6Mbttg6reapGQ_L95DNOaks/s1600/DSCN0001.JPG) |
hutan mati |
Aku terbangun dari mimpi mendapati kedua teman pendakianku
tengah mengopi sambil mengobrol. Karena sudah waktu jam makan siang, aku
memutuskan untuk memasak. Angin yang berhembus kencang membuatku dan yang lain
memutuskan untuk mencari tempat lain yang lebih hangat pastinya. Setelah
santapan sederhana nasi putih dengan lauk, telor porak poranda dan sup kobis
kami berbenah untuk menempati satu shelter yang cukup nyaman dan hangat. Ada
tetangga sebelah pendaki dari Ciledug yang banyak memberitahu kami informasi.
Akhirnya, sebelum sore kami memutuskan untuk ke Hutan Mati. Perjalanan yang
cukup unik karena harus melewati kubangan air. Untuk menyentuh air saja enggan.
Kami berputar hingga akhirnya sungai kecil bisa di lewati. Hal yang indah
menjadi sorot, menghentikan langkah kami. Ternyata taman edelwise menjadi
gerbang menuju Hutan Mati. Rasa rindu pada bunga cantik ini terbayar dengan
ratusan edelwise siap mekar dengan khas Jawa Barat berwarna kecoklatan membuat
mataku enggan lepas darinya. Harum aromanya begitu membuatku mabuk dan rasanya
ingin terus menatap tanpa rasapa bosan. Setelah puas berjam-jam akhirnya kami
melanjutkan perjalanan. Akhirnya, sapaan Hutan Mati begitu mempesona tak kalah
dengan ladang edelwise. Ternyata memang benar, selama ini hanya menatap
eksotisnya dari foto dan sekarang langsung dihadapan. Mempesona. Ke unikan akan
hutan mati yang dimiliki papandayan begitu terkenal dan menjadi daya tarik
tersendiri. Alhamdulillah, aku bisa menikmati pesona alam yang satu ini di saat
senja mulai menyapa. Kami berkeliling mengitari dan mengamati tiap pohon yang
hanya menyisakan batang hitam yang hangus terbakar. Dasyatnya kala itu. semakin
gelap kami memutuskan untuk kembali ke tenda, karena udara dingin mulai
menyelimuti. Sembari mengisi air kami mengobrol dengan pendaki dari Banten. Tak
lupa oleh-oleh khas Papandayan yang terbuat dari batang pohon cantigi menjadi
perhatianku. Tapi, aku memutuskan untuk membeli di bawah kata seorang penjaga
yang mungkin sampai bosan aku tanya terus menerus. Malam itu langit sangat
cerah dingin menusuk tulang. Ribuan bintang berkelip dengan cantik menambah
pesona dan nikmat yang tiada duanya. Kami tertidur tanpa makan malam karena
kantuk dan lelah mulai menjalar. Dan ketika tengah malam datang perut
keroncongan membuatku terbangun. Alhasil
sembari mengisi perut aku membuat agar-agar untuk besok pagi. Pastinya esok
perjalanan akan kembali menyenangkan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyE9uLsQpeVpde_fVof8zXvGPaRosOY0Mebo0o2LHkmKAqff5fZqxM-3D9neBUACW7DMQDWVOGxz4HkLXx63DbZvrs5G1zQwozdJcgEY8mm_O5MNP05J5xHQlvoxMbPhh2gS4JaJOLxLw/s1600/DSCN0001.JPG) |
track menuju tegal alur |
Bangun mendahului yang lain, aku bergegas menyiapkan kopi
dan juga memasak sarapan. Ternyata aktivitasku, menumis bumbu masakan menarik
perhatian rombongan pendaki yang memang dari kemarin menjadi teman mengobrol
dan sharing kami. Matahari semakin naik, namun rasa dingin masih hinggap hingga
sarapan kala itu menjadi energy baru lagi. Kami bersiap menyiapkan segalanya
tak lupa juga membawa cemilan dan kamera. Kami melanjutkan untuk menuju ke
Tegal Alur. Awalnya sempat pesimis,
ketika melihat track dengan tanjakan cukup lumayan. Namun rasa itu aku buang jauh-jauh
demi melihat langsung Tegal Alur. Kami berjalan santai melewati hutan yang
rimbun mengikuti petunjuk dari tali raffia. Berjalan menanjak hingga akhirnya
medan bekas sungai mati menjadi santapan pagi. Sungguh nikmat sekali. Tidak
perlu waktu lama, pendaki yang akan turun memberitahu kami bahwa sudah dekat
dengan ladang edelwise. Semangat memuncak. Benar saja ketika keluar dari hutan ladang, edelwise
menyapa begitu cantiknya. Seperti di tempat khusus milik kami, karena kebetulan
hanya kami bertiga. Rasa nyaman begitu saja menghinggapi kami disini. Satu jam
berlalu, kami kembali melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan pendaki dari Bekasi.
Mereka baik sekali, menawari kami berfoto dan menunjukkan arah. Banyak cerita
kami dapat dari mereka. Darisini kami bisa melihat sekeliling Papandayan dengan
lengkap. Dari area Camp, Kawah dan Hutan Mati. Usai berpamitan kami kembali
berjalan menuju Tegal Alur.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyBeT-JSs7qK2hRhjwkOzawAT5SrPKR_QWVc5aJTxnYYCJENB6ZmfErJdl5mhtDBiFk2YTBrykCGCiG7tLbOHKlvgB4NEz5OYKdppaNoqXU1jPZhJWHYySNeEG-q8Njqh2pTkJ0zL7iws/s1600/DSCN0001.JPG) |
tempat impian |
Perjalanan kali ini sangat santai, berjalan membelah hutan
yang unik. Karena pohonnya tidak memiliki daun. Suasana dingin dan gelap dan
juga jalan yang landai mendominasi hingga seketika ketika cahaya matahari
menyapa, kembali edelwisenya menyapa. Dan ucapkan selamat datang pada Tegal Alur.
Ladang edelwise dengan sejuta pesonanya. Aku di buat mabuk kepayang hingga
melakukan hal bodoh, berguling ria di rerumputan. Tidak masalah orang lain yang
ada menganggap aku aneh, yang penting aku menikmati dan tidak menganggu. Banyak
waktu kami habiskan disini menikmati pesona Tegal Alur yang selama ini hanya
bisa dilihat dari foto saja. Inilah impianku, Tegal Alur. Rasanya saat itu aku
seperti tidak percaya. Berkali-kali aku mencubit tanganku meyakinkan aku ini
bukan mimpi. Dan memang bukan. Rasa syukur senang dan haru bercampur menjadi
satu. Terlebih rasa rindu pada kedua orang tuaku seandainya mereka ikut kesini
menemaniku mewujudkan mimpi. Tapi, oleh-oleh khusus sekedar foto setidaknya
pasti akan menghibur kedua orang tuaku nanti. Inilah tempat impianku, dan
disini aku percaya bahwa mimpi bukan hanya sekedar kata.
Ketika kembali turun untuk kembali pula menemui jalanan
kembali kerumah, rasa enggan hinggap menggelayut. Ingin rasanya menambah satu
hari lagi disini, namun apa daya. Rencana kami sudah di bulatkan untuk kembali
sesegara mungkin mengingat waktu liburan akan segera habis. Namun rasa syukur
dan rindu pastinya akan masih membekas hingga waktu yang lama.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggRKYRnvVBUyfVronWWSWEvQFBhcMZSj_xAD4UmxCdI8MIB1MoMU2h7wjjI7x3bWbrVbBaqa1I50foDL6Z3uwfRg4X8HvQvN3SNjtrjoXoeyggfKLEdsOOiWadtE_oCbFUOSwagMBs01I/s1600/DSCN0001.JPG) |
yang selalu membuat rindu |
Syukurlah, kami sampai kembali di basecamp sebelum waktu
yang di sepakati. Tidak lupa pastinya membeli souvenir untuk teman-teman dan
aku sendiri. Aku senang sekali, mendapati ukiran daun cantigi yang dibentuk
menjadi kalung. Mahal tapi sepadan untuk keuletan dan hasilnya yang unik. Kami pulang
dengan perasaan senang dan puas. Rencananya kami akan melanjutkan untuk camp di
basecamp Cikuray. Karena terlalu malam dan perjalanan masih jauh ditambah
gerimis, kami memutuskan untuk camp di lapangan. Alhamdulillah, ada bapak baik
dan pak RT yang mengizinkan kami untuk menggunakan kebunnya untuk kami jadikan
camp area. Malam itu hujan turun semalam suntuk. Aku terlelap dan sesekali
bangun mendapati hujan masih terus turun hingga pagi. Alhasil, kami
mengurungkan niat kami untuk sekedar main ke basecamp Cikuray karena ketika
hujan reda sudah terlalu siang.