Sabtu, 16 Agustus 2014

Mimpi Bukanlah Hanya Sebuah Kata (Perjalanan Menuju Papandayan)

gunung Papandayan
Perjalanan luar biasa untuk menggapai mimpi. Memulai semua dari kota tercinta Purwokerto memakai motor menuju titik pertemuan pertama di terminal Guntur Garut. Perjalanan panjang d hiasi macet yang akhirnya mendaratkan aku dan mas Alfri di terminal Guntur setelah perjalanan 10 jam. Kami bertemu mas Ari dari Indramayu yang sudah menunggu berjam-jam. Enggan menunggu hingga esok, kami mencicil perjalanan menuju basecamp David yang berada di Cisurupan. Sebelumnya kami berhenti membekali logistic dan juga mengisi perut yang sudah lapar.

pemandian air panas menjadi minat wisatawan
Tepat pukul 22.00 waktu setempat kami sampai di gerbang pendakian Papandayan untuk registrasi. Perjalanan malam yang menguras tenaga. Terlebih akses jalanan yang minim pencahayaan dan aspal yang sudah hancur hingga menyulitkan motor untuk bergerak leluasa. Syukurlah,kita sampai dengan selamat. Setelah registrasi kami ke basecamp David untuk menitipkan motor. Awalnya, kami berencana untuk langsung memulai perjalanan. Namun, karena tidak di izinkan akhirnya kami memutuskan untuk camp di area Camp David. Mengistirahatkan badan yang lelah setelah perjalan motor total 12 jam.
Ke esokkan harinya setelah memulihkan tenaga ditambah sarapan, kami siap untuk memulai pendakian. Pemandangan dari area Camp David sungguh menakjubkan. Kawah yang mengeluarkan asap menjadi daya tarik wisatawan. Apalagi disini menyediakan kolam air panas yang pastinya memanjakan. Kami memulai pendakian bersama rombongan lain yang ternyata kebanyakan masih berdomisili di area Jawa Barat dan sekitarnya.

perjalanan di tengah tandusnya tanah
Cuaca sangat cerah, membuat keringat bercucuran menapaki jalan batu terjal yang di sisi kirinya adalah kawah aktif dan kanannya tebing batu. Sangat cantik. Selama perjalanan aroma belerang dari kawah yang terus mengeluarkan asapnya menjadi pemandangan spesial yang berbeda. Tidak semua gunung memiliki pesona ini. Akhirnya kami meninggalkan kawasan kawah setelah melewati satu warung yang cukup menggoda. Iya benar. Disini masih terdapat warung dan terakhir berada di Pondok Saladah tujuan camp kami. Namun soal harga jangan ditanya. Untuk gorengan saja lima ribu rupiah untuk empat gorengan.
Kami berjalan menapaki bebatuan yang akhirnya turun menemukan kami pada sungai yang airnya sangat menyegarkan. Sejenak beristirahat dan duduk sambil mengobrol dengan pendaki lain. Sayangnya airnya sudah becampur belerang, jadi tidak bisa kami minum. Perjalanan kembali dimulai dengan cuaca yang mulai memanas. Tanjakan terbuka cukup menguras tenaga. Hanya beberapa meter saja yang ditutupi pepohonan rindang. Selebihnya setelah tanjakan panjang, kami sampai di jalanan berbatu yang terbuka. Suara motor trail menjadi perhatianku. Benar saja ternyata motor trail juga bisa naik sampai ke pos Pondok Saladah. Tertarik untuk menggunakan jasanya pastinya harus merogoh kocek lumayan.

perpaduan antara gersang dan hijau
Tidak menyerah oleh panas yang mulai menguras tenaga, ternyata kami sudah berjalan selama 2 jam. Menikmati panorama kawah dari sini sungguh cantik. Bukit hijau dan gersang berpadu padan layaknya ratu dan raja. Tak lama akhirnya kami sampai di pos yang ke tiga. Disini banyak pendaki beristirahat sembari jajan di warung yang ada. Karena ramai kami memutuskan untuk kembali berjalan. Dan akhirnya hutan rimbun menjadi teman perjalanan. Jalan setapak yang sangat jelas tentunya tidak membuat kami yang baru pertama kali kesini bingung. Jalanan datar dan rimbun membuat rasa kantuk mulai menjalar. Akhirnya tidak perlu waktu lama kami sampai juga di area Pondok Saladah. Semua pendaki tumpah ruah disini mendirikan tenda untuk bermalam. Banyak diantara mereka yang memilih mendirikan tenda diantara pepohonan guna menghindari angin yang berhembus. Kami pun akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat sejenak untuk nanti sore melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati.

hutan mati
Aku terbangun dari mimpi mendapati kedua teman pendakianku tengah mengopi sambil mengobrol. Karena sudah waktu jam makan siang, aku memutuskan untuk memasak. Angin yang berhembus kencang membuatku dan yang lain memutuskan untuk mencari tempat lain yang lebih hangat pastinya. Setelah santapan sederhana nasi putih dengan lauk, telor porak poranda dan sup kobis kami berbenah untuk menempati satu shelter yang cukup nyaman dan hangat. Ada tetangga sebelah pendaki dari Ciledug yang banyak memberitahu kami informasi. Akhirnya, sebelum sore kami memutuskan untuk ke Hutan Mati. Perjalanan yang cukup unik karena harus melewati kubangan air. Untuk menyentuh air saja enggan. Kami berputar hingga akhirnya sungai kecil bisa di lewati. Hal yang indah menjadi sorot, menghentikan langkah kami. Ternyata taman edelwise menjadi gerbang menuju Hutan Mati. Rasa rindu pada bunga cantik ini terbayar dengan ratusan edelwise siap mekar dengan khas Jawa Barat berwarna kecoklatan membuat mataku enggan lepas darinya. Harum aromanya begitu membuatku mabuk dan rasanya ingin terus menatap tanpa rasapa bosan. Setelah puas berjam-jam akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Akhirnya, sapaan Hutan Mati begitu mempesona tak kalah dengan ladang edelwise. Ternyata memang benar, selama ini hanya menatap eksotisnya dari foto dan sekarang langsung dihadapan. Mempesona. Ke unikan akan hutan mati yang dimiliki papandayan begitu terkenal dan menjadi daya tarik tersendiri. Alhamdulillah, aku bisa menikmati pesona alam yang satu ini di saat senja mulai menyapa. Kami berkeliling mengitari dan mengamati tiap pohon yang hanya menyisakan batang hitam yang hangus terbakar. Dasyatnya kala itu. semakin gelap kami memutuskan untuk kembali ke tenda, karena udara dingin mulai menyelimuti. Sembari mengisi air kami mengobrol dengan pendaki dari Banten. Tak lupa oleh-oleh khas Papandayan yang terbuat dari batang pohon cantigi menjadi perhatianku. Tapi, aku memutuskan untuk membeli di bawah kata seorang penjaga yang mungkin sampai bosan aku tanya terus menerus. Malam itu langit sangat cerah dingin menusuk tulang. Ribuan bintang berkelip dengan cantik menambah pesona dan nikmat yang tiada duanya. Kami tertidur tanpa makan malam karena kantuk dan lelah mulai menjalar. Dan ketika tengah malam datang perut keroncongan membuatku  terbangun. Alhasil sembari mengisi perut aku membuat agar-agar untuk besok pagi. Pastinya esok perjalanan akan kembali menyenangkan.

track menuju tegal alur
Bangun mendahului yang lain, aku bergegas menyiapkan kopi dan juga memasak sarapan. Ternyata aktivitasku, menumis bumbu masakan menarik perhatian rombongan pendaki yang memang dari kemarin menjadi teman mengobrol dan sharing kami. Matahari semakin naik, namun rasa dingin masih hinggap hingga sarapan kala itu menjadi energy baru lagi. Kami bersiap menyiapkan segalanya tak lupa juga membawa cemilan dan kamera. Kami melanjutkan untuk menuju ke Tegal Alur.  Awalnya sempat pesimis, ketika melihat track dengan tanjakan cukup lumayan. Namun rasa itu aku buang jauh-jauh demi melihat langsung Tegal Alur. Kami berjalan santai melewati hutan yang rimbun mengikuti petunjuk dari tali raffia. Berjalan menanjak hingga akhirnya medan bekas sungai mati menjadi santapan pagi. Sungguh nikmat sekali. Tidak perlu waktu lama, pendaki yang akan turun memberitahu kami bahwa sudah dekat dengan ladang edelwise. Semangat memuncak. Benar saja  ketika keluar dari hutan ladang, edelwise menyapa begitu cantiknya. Seperti di tempat khusus milik kami, karena kebetulan hanya kami bertiga. Rasa nyaman begitu saja menghinggapi kami disini. Satu jam berlalu, kami kembali melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan pendaki dari Bekasi. Mereka baik sekali, menawari kami berfoto dan menunjukkan arah. Banyak cerita kami dapat dari mereka. Darisini kami bisa melihat sekeliling Papandayan dengan lengkap. Dari area Camp, Kawah dan Hutan Mati. Usai berpamitan kami kembali berjalan menuju Tegal Alur.

tempat impian
Perjalanan kali ini sangat santai, berjalan membelah hutan yang unik. Karena pohonnya tidak memiliki daun. Suasana dingin dan gelap dan juga jalan yang landai mendominasi hingga seketika ketika cahaya matahari menyapa, kembali edelwisenya menyapa. Dan ucapkan selamat datang pada Tegal Alur. Ladang edelwise dengan sejuta pesonanya. Aku di buat mabuk kepayang hingga melakukan hal bodoh, berguling ria di rerumputan. Tidak masalah orang lain yang ada menganggap aku aneh, yang penting aku menikmati dan tidak menganggu. Banyak waktu kami habiskan disini menikmati pesona Tegal Alur yang selama ini hanya bisa dilihat dari foto saja. Inilah impianku, Tegal Alur. Rasanya saat itu aku seperti tidak percaya. Berkali-kali aku mencubit tanganku meyakinkan aku ini bukan mimpi. Dan memang bukan. Rasa syukur senang dan haru bercampur menjadi satu. Terlebih rasa rindu pada kedua orang tuaku seandainya mereka ikut kesini menemaniku mewujudkan mimpi. Tapi, oleh-oleh khusus sekedar foto setidaknya pasti akan menghibur kedua orang tuaku nanti. Inilah tempat impianku, dan disini aku percaya bahwa mimpi bukan hanya sekedar kata.

Ketika kembali turun untuk kembali pula menemui jalanan kembali kerumah, rasa enggan hinggap menggelayut. Ingin rasanya menambah satu hari lagi disini, namun apa daya. Rencana kami sudah di bulatkan untuk kembali sesegara mungkin mengingat waktu liburan akan segera habis. Namun rasa syukur dan rindu pastinya akan masih membekas hingga waktu yang lama.

yang selalu membuat rindu
Syukurlah, kami sampai kembali di basecamp sebelum waktu yang di sepakati. Tidak lupa pastinya membeli souvenir untuk teman-teman dan aku sendiri. Aku senang sekali, mendapati ukiran daun cantigi yang dibentuk menjadi kalung. Mahal tapi sepadan untuk keuletan dan hasilnya yang unik. Kami pulang dengan perasaan senang dan puas. Rencananya kami akan melanjutkan untuk camp di basecamp Cikuray. Karena terlalu malam dan perjalanan masih jauh ditambah gerimis, kami memutuskan untuk camp di lapangan. Alhamdulillah, ada bapak baik dan pak RT yang mengizinkan kami untuk menggunakan kebunnya untuk kami jadikan camp area. Malam itu hujan turun semalam suntuk. Aku terlelap dan sesekali bangun mendapati hujan masih terus turun hingga pagi. Alhasil, kami mengurungkan niat kami untuk sekedar main ke basecamp Cikuray karena ketika hujan reda sudah terlalu siang.

Akhirnya kami pulang mas Ari berpisah di Tasikmalaya kota, aku dan mas Alfri melanjutkan perjalanan berdua menuju kota tercinta. Beberapa kali kami beristirahat untuk menghilangkan kantuk dan lapar. Berhenti di perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah dan menyempatkan diri untuk minum kelapa muda. Lucunya saat itu kami sengaja masak mie instan mengganjal perut karena keroncongan. Pemudik yang terjebak macet melihat kami dengan heran. Pastinya seperti itu, karena selain kami melakukan hal yang unik, kami juga kelihatan kucel dan kummel. Tapi, semua itu adalah bumbu cerita yang menjadi pemanis. Semoga masih bisa menikmati lagi, perjalanan menggapai mimpi.

berjalan menepi melewati kawah aktif


terik matahari 
pondok saladah

seperti rumah edelwise

main petak umpet di antara edelwise
kasur edelwise buat betah

jangan mengambil apapun kecuali gambar

kami bertiga pemuda pemudi yang penuh mimpi

tegal alur tempat mempesona

timy di tegal alur
view yang sangat mempesona
tracking pulang

perbatasan Jawa Barat




simbol Banjar

si putih pinjaman istirahat dulu

edelwise dan mimpi
memo untuk orang terkasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar