Sabtu, 05 Juli 2014

Diantara Pesona Prau(Jangan Remehkan Apapun)

ilustrasi foto sumber https://www.facebook.com/photo.php?fbid=787550487926695&set=t.100000230781246&type=3&theater
Ini hanya cerita kecil yang semoga bisa bermanfaat. Aku bukanlah seorang pendaki hebat yang telah melanglang buana jauh. Aku hanya seseorang yang menyukai dan menikmati ketika berada di alam mendengarkan music hewan dan kabut yang menyelimuti pepohonan.
Aku sangat ingat akan satu kalimat yang sederhana tapi tidak boleh diremehkan.”SAFETY FIRST”. Setiap perjalanan utamakan keselamatan itulah modal utama. Aku juga mencoba menanamkan pada serombongan teman-teman yang nanti akan mendaki sebuah bukit atau gunung dengan ketinggian 2565mdpl. Jangan meremehkan alam, tinggi atau rendahnya karena kematian datang dimanapun kapanpun tanpa permisi dan tanpa diketahui.

Leader kali ini Mas Alfri sedangkan aku bertugas sebagai sweeper membawa 12 orang yang terdiri dari 6 laki-laki dan 6 perempuan. Untuk pertama kalinya mereka mendaki ke gunung, hanya 2 atau 3 orang yang sudah kedua kalinya mendaki. Itu info yang aku peroleh dari leader team.
Tidak bosan menanyakan mereka akan persiapan pribadi dan kelompok. Karena ini pertama kalinya mereka pasti butuh arahan dan aku dengan Mas Alfri tidak bosan mengarahkan dan mengingatkan. Aku berharap perjalanan kali ini  lancar tanpa kendala berarti. Peralatan kompor sudah aku cek dan insyallah cukup. Dan peralatan pribadi mereka sudah diberi arahan dan paham.
Perjalanan menembus malam di ketinggian dengan dingin yang terus menampar sisi kulit yang tidak tertutup kain.  Sejauh hingga hampir setengah perjalanan tidak ada halangan seberapa. Hanya sebagian dari mereka terkadang kelelahan atau sulit mengatur nafas. Ritme perjalanan yang terkadang terlalu cepat dan memang awalnya mereka belum pemanasan dan penyusaian suhu mempengaruhi fisik mereka.
Aku mencoba mengatur ritme mereka. Berjalan pelan namun pasti terus bergerak dan tidak terlalu lama beristirahat karena hawa dingin pasti akan segera menguasai. Malam itu ratusan pendaki berduyun-duyun mendaki gunung. Membuat hiasan cahaya jika dari jauh dilihat. Perjalanan malam hari memang memiliki resiko lebih besar jika dibanding pada siang hari. Tubuh yang seharusnya beristirahat kini harus diajak berjalan menapaki medan menanjak. Ditambah angin kencang yang mulai menampar-nampar. Masuk angin sudah pasti, aku mensiasati dengan meminum 2 tablet obat anti masuk angin agar tubuh hangat.
Satu persatu dari mereka sebelum ke puncak mulai turun semangatnya. Pasokan air langsung terkuras karena mereka terus-terusan minum dan satu hal lagi ternyata mereka membawa minum kurang dari standar bekal minum yang harusnya dibawa. Aku menyarankan untuk membawa minum 2,5liter-3liter untuk mereka. Setikdanya itu perhitunganku untuk naik dan turun. Tapi sebagian dari mereka hanya membawa kurang dari 1,5liter. Bahkan saat itu hanya tersisa kurang dari setengahnya. mungkin mereka lupa kalo di atas sana tidak ada mata air sama sekali, padahal aku sudah berkali-kali mengingatkan. 
Yang ditunggu akhirnya sampai, puncak yang dinanti. Dengan sigap aku di ikuti yang lain mencari shelter dan mendirikan tenda, berusaha secepat yang diusahakan, karena ternyata dipuncak angin berhembus lebih kencang dan terasa lebih dingin. entah berapa lama kami semua mendirikan 4 buah tenda, menghiasi puncak yang sebelum sudah dihiasi puluhan tenda.
cerahnya Prau 
Sebelum terlelap salah satu perempuan dalam rombongan kami terserang hypothermia dan tidak sadarkan diri. Sejauh dan secepat yang aku bisa dibantu yang lain menanggani dia. Sleeping bag kaos kaki baru jaket baru sarung tangan baru hingga pakaian baru aku siapkan untuk dikenakan ke dia. Karena bajunya lembab dan pasti dingin. Sambil menyadarkan dia segelas teh panas disiapkan. Untunglah dia merespon dan terus merintih merasa kedinginan. Botol-botol air kosong langsung diisi air panas dan dimasukan ke dalam sleeping bag karena dia menolak untuk dipeluk olehku sesama perempuan. Khawatir karena terus menggigil, aku memliki ide bodoh, aku membawa masuk kompor portable dan terus menerus memasak air mengganti yang lama dengan yang baru agar dia terus merasa hangat. Terus seperti itu hingga pagi menjelang. Perasaan lega menyeliputi aku dan yang lain ketika dia sudah membaik dan mengajak untuk melihat sunrise.
Saat itu bukit atau gunung yang memiliki ketinggian 2565mdpl yang dikenal dengan bukit teletabis atau gunung Prau memang tengah dihadapi udara dingin dan angin kencang. Menurut warga dan pihak basecamp memang belum turun hujan. Pantas saja dinginnya sangat awet hingga cahaya matahari bahkan belum bisa menghangatkan.

Mungkin banyak yang telah menghadapi hypothermia sama seperti yang dialami teman seteamku. Di waktu yang sama satu sahabat alam berpulang di tanah yang sama yang aku pijak. Dia menutup mata dan menghembuskan nafas terakhir dalam dekapan kabut dingin dan panorama alam yang menakjubkan. Semoga arwahmu damai disana.
Tiada yang tau kapan dan dimana kita akan berhenti untuk selamanya. Namun tetap safety first adalah harga mati. Barang bawaan logistic dalam carier adalah nyawa. Jangan meremehkan tetap waspada selalu berdoa. Salamku untuk semua yang cinta ketinggian. Tiada yang kekal di dunia, kita hanya menumpang sementara. Jaga dan lestarikan. Teruslah merunduk ketika di puncak karena hakikatnya kita hanyalah makhluk kecil yang diciptakan untuk kembali pada-Nya.

-Perjalanan 7-8 Juni 2014-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar