Setelah lama mendengengar dan melihat sebatas foto akhirnya
aku bisa sampai di sebuah telaga yang berada di Cilongok. Berbekal alamat dari
mba Olip, aku ditemani mas Alfri menggunakan motor menuju kesana. Perjalanan yang
agak kesiangan tidak menjadi alasan untuk mengeluh. Untunglah, daerah Cilongok
dengan suasana pedesaan yang menyejukan menjadi hiburan selama perjalanan. Di awal,
kami sempat salah masuk jalan, beruntung ada warga desa ramah yang dengan
ciamik memberikan arahan pada kami.
Sepanjang perjalanan aku mengenang ke masa putih abu-abu. Dulu
aku pernah dan bahkan sering melewati jalanan ini ketika lomba dan baksos di
sebuah desa yang berada jauh dari tujuan kami. Perjalanan melewati rumah warga
yang tampak lenggang dan sesekali aktifitas warga diluar seperti menjemur padi
dan lain sebagainya membuatku rindu untuk kembali tinggal di desa. Bukit hijau
dan langit cerah menjadi pemandangan indah disaat jalanan aspal menanjak
panjang dan sedikit melelahkan. Tapi tunggulah ketika akhirnya sebuah telaga
dengan jejeran pohon yang cantik memberikan sapaan terbaiknya.
sisi lain telaga yang mengering mirip kubangan |
Sebuah telaga yang terletak di desa Wonosari ini merupak telaga
alami yang memang menjadi tempat favorit untuk menikmati suasana pagi, siang
ataupun sore. Desiran angin yang memanjakan pastinya membuat betah untuk tetap
duduk sekedar mengobrol atau menikmati pemandangan yang tidak ada bosannya. Aku
berkeliling melihat dan memutuskan untuk ke sebuah pondokan yang tampak di sisi
lain telaga. Pondokan disini tampak masih kokoh dan baik. Hanya beberapa sisi
yang tampak berlubang mungkin karena tidak ada perawatan sama sekali.
Aku mencoba mengabadikan telaga dari berbagai sisi yang
tampak manis dari kamera digitalku. Sayangnya ketika kesini musim kemarau
membuat air ditelaga mengering, sehingga di tepian telaga tampak kering dan
seperti kubangan. Tapi, semua itu tidak mengalahkan kecantikan telaga yang saat
itu tengah dinikmati beberapa remaja. Di pondokan juga ada sebuah hammock yang
pastinya menambah nyaman untuk menikmati suasana telaga di siang hari yang
terik.
Cukup lama aku berfoto, ketika akhirnya ada dua orang remaja
laki-laki yang ternyata warga desa dekat telaga. Kami mengobrol dan banyak
bertanya tentang tempat yang cantik lainnya dan juga telaga yang sedang kami
nikmati bersama. Ternyata telaga ini nantinya akan di buat objek wisata dengan adanya
pembuatan loket tiket yang tengah di bangun oleh beberapa warga. Menurut dua
remaja laki-laki yang sayangnya aku sendiri lupa menanyakan nama, telaga ini
pernah di kelola oleh remaja sekitar. Terbukti dengan adanya mainan air yang
sayangnya sekarang rusak dan terbengkalai bahkan tertutup ilalang di sisi lain
telaga. Dengan pembuatan loket tiket harapan warga sekitar, telaga yang ada bisa
tetap terjaga keindahannya. Dengan pengelolan yang baik didukung dengan perkembangan
fasilitas yang makin memadai bukan tidak mungkin nantinya telaga ini bisa
menjadi sumber penghidupan warga sekitar.
Obrolan kami dengan mereka sayangnya harus selesai ketika
waktu semakin sore. kami pun berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanan. Sebelum
pulang aku masih sempat mengabadikan telaga dari setiap sisi yang bisa aku
ambil. Uniknya ada satu sisi yang aku rasa mirip seperti ranukumbolo yang
terkenal itu. Menurut mas Alfri itu hanya khayalanku yang terlalu berlebihan,
mungkin begitu. Akhirnya perjalanan di minggu yang cerah ini diakhiri dengan
kembali kerumah membawa cerita baru bahwa tanah kelahiranku sangatlah
mempesona.
-perjalanan 12 Oktober 2014-
akhirnya sampai di telaga |
sisi lain telaga, hijaunya menyegarkan |
sepintas mirip Ranukumbolo (khayalanku) |
menikmati semilir angin di pondokan |
mas Alfri makasih sudah menemani kesini |
![]() |
pulang kerumah membawa cerita baru bahwa tanah kelahiranku sangatlah mempesona |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar