Rabu, 25 Maret 2015

Order Yuk !!

Bingung mau kasih kado sahabat yang ulang tahun, wisudaan atau menikah ?? Jangan pusing-pusing yuk... order boneka kreasi flanel murah dan dijamin berkualitas karena dibuat sendiri dengan jahitan tangan :) untuk desain pakaian pun bisa request sesuai selera. Bisa juga ditambahkan aksen menarik atau memo untuk menambah manis kado spesial untuk orang tercinta.
Harganya terjangkau kok :) yukk...diliat beberapa sample contoh yang sudah dipesan. Untuk harga yang tercantum belum termasuk ongkir ya ...

Untuk pemesanan bisa menghubungi langsung via :
fb : uwie kelinci
hp : 085747053341
bbm : 54563E07

couple harga 40rb

single harga 30rb

single harga 30rb

couple plus aksen 45rb

single wisuda 30rb

single wisuda 30rb

couple 40rb

Kamis, 29 Januari 2015

"Oemah Bejo" ( Keberuntungan dan Selalu Beruntung)

panggung aksi

Sebuah keberuntungan, mendapatkan pengalaman dan ilmu yang tiada duanya dan amat sangat berharga. Bahkan tidak akan ternilai dengan uang yang selalu jadi kebutuhan setiap orang. Lagi-lagi beruntung, melewatkan perjalanan sore cerah di antara sawah dan juga rel kereta api, membawaku ke sebuah desa yang berada di kecamatan Wangon. Hanya berandalkan info dari warga yang ditemui setiap perjalanan aku dan keempat temanku, terus memacu motor menuju sebuah desa, Randegan.
alat musik gamelan (gong)
Wangon, Randegan RT 04 RW 04 sebuah desa yang berada cukup jauh dari jalan raya utama memberikan nuansa minimalis khas sebuah pedesaan. Jalanan tampak sepi, begitu juga rumah-rumah warga yang lengang aktifitas. Beda halnya dengan sebuah rumah yang pelatarannya sudah disiapkan beberapa kursi, panggung dan juga satu set lengkap alat musik gamelan. Begitu motor diparkir kami langsung disapa oleh sang pemilik rumah dan yang punya hajat, yaitu mas Gunawan.
Ini bukan acara pernikahannya atau acara adanya lengger semacamnya, ini adalah acara peresmian taman baca “Oemah Bejo”. Sebuah taman baca untuk anak-anak sekitar juga masyarakatnya yang baru berdiri selama enam bulan. Menarik sekali, bisa datang kesini apalagi bisa menambah teman baru yang dua diantaranya berasal dari luar negeri.

Tepat ba’da isya seluruh warga datang berbondong-bondong untuk menyaksikan peresmian “Oemah Bejo” yang selama beberapa jam ke depan akan mementaskan para anak didik yang sekarang tengah sibuk bahkan mungkin sebagian gugup karena akan tampil. Sembari menunggu acara dimulai, iseng aku mengajak ngobrol salah satu seorang “bule” yang berasal dari Bangladesh. Namanya Trina Baura, salah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bandung, dia sangat senang bahkan antusias terlibat dalam acara ini, beruntungnya bisa mengenal dia hanya dengan bekal bahasa Inggris yang pas-pasan.
Ketika bangku kosong sudah terisi penuh, bahkan sebagian penonton berdiri acara dibuka dengan pentas tari “Gembira”. Wah..seperti mengenang jaman sekolah dasar dulu, aku pernah belajar tari ini. Dengan antusias para warga menyambut dengan tepuk tangan meriah ketika pentas tari ditampilkan. Tampak wajah semangat dan malu-malu dari para wajah penari ciliki yang tengah melenggok lues dipanggung.
teater yang berjudul "upacara"
Setelah dibuka dengan tarian, barulah acara sambutan dari pak RW membawa animo warga sedikit lebih serius. Namun , segera dicairkan dengan penampilan para adik-adik yang membacakan puisi, tarian dan juga drama nasionalis yang berjudul “Upacara”. Semua warga tampak terhibur dengan drama yang singkat namun mengandung makna dan arti khusus. Tak jarang, tingkah ekspresi para pemain drama mengundang tawa kami semua.  Di akhir acara ditutup dengan pentas tari dan juga sedikit aksi lengger yang menarik, karena para penari mengikut sertakan para bule untuk menari di atas panggung. Sebuah pagelaran budaya yang diracik sederhana namun begitu sangat menarik.

Barulah setelah acara hiburan selesai, sharing ringan dengan sang pemilik “Oemah Bejo” mas Gunawan dan juga para panitia dibaliknya dengan santai memberikan arahan dan juga tujuan tentang taman baca yang tengah terus berjuang. Banyak ide-ide hebat seperti pengembangan, desa wisata, potensi masakan tradisional, budaya dan masih banyak lagi. Dan yang terpenting, antusias para warga yang begitu amat sangat senang dengan keberadaan taman baca di desa mereka membuat mereka begitu semangat mengikuti kata perkata sharing ringan yang berjalan sekitar 30 menit ini.
Aku yang duduk dibangku dekat gamelan, ikut antusias mendengarkan dan memahami. Rasanya ikut termotivasi sebagai seorang pemudi desa. Karena nyatanya, sang pemilik taman baca juga hanya seorang pemuda desa, walaupun mungkin, pekerjaan diluar sana begitu menjanjikan namun dia memilih untuk kembali membangun desanya. Merangkul teman-temannya yang kebanyakan dari komuntas “Couchsurfing” (sebuah komunitas antar budaya yang terjun langsung mengenalkan potensi Indonesia kepada warga negas asing), beliau membuat sebuah gebrakan yang amat sangat berpotensi untuk memajukan masyarakat desanya. Angkat topi untuk mas, hebat :D

Penutupan acara, diakhiri dengan paduan suara yang menyanyikan lagu “Bunda”. Semua orang tampak ikut mengalir terhayut akan lagu yang bermakna dalam ini. Rasanya semua malam ini begitu pas mengena dihati apalagi begitu banyak keberuntungan yang memotivasi diri sendiri. Sesuai dengan namanya “Oemah Bejo”, semoga selalu beruntung untuk memajukan desa, warga dan juga segala potensi yang ada dengan arif dan bijaksana.
Terimakasih :D








sore cerah



teman baru dari Bangladesh

pembacaan puisi

penampilan tari


Senin, 26 Januari 2015

Secuil Keindahan Banyumas (Banyumas Punya Cerita)

secuil keindahan Banyumas
Banyumas punya cerita. Banyumas amatlah kaya. Sebuah kabupaten yang berada di dekat pantai dan pegunungan ini memiliki keanekaragaman dan keindahan budaya serta alam yang patut diperhitungkan. Tidak percaya ?? Harus percaya karena ini benar-benar ada di Banyumas bukan tempat yang lain.

Ini bukanlah curug biasa, karena air yang berasal dari curug ini memiliki kandungan kapur yang cukup tinggi. Terlihat dari warna air yang keruh keputih-putihan sepanjang aliran sungai. Kandungan kapur itulah menyebabkan bebatuan di sekitar sungai menjadi kasar sehingga aman untuk dipijak. Curug yang dituju tidaklah jauh dari pemukiman warga, kebetulan kami semua ( aku dan empat orang teman ) langsung ditemani anak-anak sekitar desa yang dengan senang hati mau mengantarkan.

curug pertama 
Perjalanan singkat kurang lebih selama 15 menit melewati kebun dan hutan bahkan beberapa kali menyebrangi sungai akhirnya membawa kami ke sebuah curug. Curug pertama yang begitu menggoda. Air yang jatuh diantara tebing yang menjulang tinggi dipadu dengan rimbun pepohonan dan rerumputan liar begitu memanjakan mata. Sangat pas menikmati curug di bebatuan sambil melihat tingkah dan polah anak-anak yang asik berenang kesana kemari.
Sejenak kami bersantai sambil memotret atau sekedar duduk ngemil di bebatuan. Dirasa puas, kami pun kembali melanjutkan ke curug dua. Curug dua ini rekomendasi anak-anak kecil yang masih tetap setia menjadi guide kami semua. Kami dibawanya, menerobos kebun sayuran warga untuk memotong jalur yang memutar. Memang lebih singkat, tracknya pun landai hanya melingkar melewati punggungan bukit yang ditanami pepohonan damar.

Curug kedua ini, walaupun sedikit jauh tapi memberikan banyak point plus. Selain bisa melihat Banyumas dari kejauhan, kita juga melihat sisi atas curug pertama. Dan tak hanya itu, kita bisa melihat aliran curug yang berundak-undak cantik dengan jelas tanpa terhalang apapun. Barulah setelah melewati jembatan kecil dari kayu, kita sampai di curug kedua.
Curug kedua lebih pendek dari curug pertama, selain itu di sisi sebelahnya terdapat pasangan curug yang sayangnya untuk kesana tracknya cukup sulit. Walaupun pendek, curug kedua begitu manis dengan bebatuan yang tertata seadanya seperti sebuah singasana bidadari.
anak-anak kecil sebagai guide
Curug pertama dan kedua memang merupakan satu aliran sungai, makanya dari kejauhan kita bisa lihat cantiknya susunan undak-undakan curug yang begitu memanjakan mata. Siang itu, kami cukup lama menghabiskan waktu di curug kedua. Ngemil, minum kopi dan mengobrol bersama anak-anak yang selalu memancing tawa dengan tingkah mereka.

Ketika saatnya pulang, dengan senang hati dan rasa terimakasih kami berpamitan dengan mereka. Melanjutkan perjalanan mencari curug lain namun diurungkan. Justru, kami memilih untuk bersantai di bendungan sungai Tajum. Menikmati semilir angin sore yang membawa harum tanah basah, pertanda hujan.
Inilah Banyumas punya cerita, sobat J





curug kedua

curug dari kejauhan

Rabu, 21 Januari 2015

Ini Namanya Liburan Santai

Saroja dari telaga Menjer


Sempat pesimis dan kecewa, ketika libur akhir tahun ternyata tidak ada jatah libur satu haripun. Namun yang mengejutkan sekaligus membuatku senang adalah libur panjang selama empat hari di awal tahun (yyyeeee). Tanpa komando, kakiku mulai gatal untuk segera pergi libur dengan pilihan mendaki gunung. Maklum sudah berbulan-bulan aku absen mendaki akibat jatuh sakit.

Setelah memilih dengan menimbang kondisi cuaca dan uang saku aku menempatkan pilihan pada satu gunung kecil atau bukit yang memang sudah aku incar sejak lama. Gunung Saroja/Sikudi yang memiliki ketinggian 2311mdpl, sebuah bukit yang masih jarang diminati. Dengan antusias aku meluncur ditemani mas Alfri dengan motor menuju rumah temanku mas Dicky yang berada di Tieng.
Setelah kehujanan ketika masuk kota Wonosobo, akhirnya sampai juga dirumah mas Dicky. Cuaca hari itu memang berkabut dan terkadang gerimis. Sembari istirahat dan menunggu mas Dicky packing, aku dan mas Alfri menghangatkan diri di tungku. Orang-orang di Tieng dan kawasan Dieng memang punya tungku didapur mereka masing-masing untuk pelarian ketika kedinginan. Tidak perlu menunggu lama, setelah persiapan matang, kami langsung berjalan menuju Saroja.
kabut yang perlahan pergi

Saroja atau Sikudi yang kedua-duanya terkenal diantara warga sekitar memang merupakan bukit atau gunung, yang baru-baru ini tengah mencuat namanya setelah gunung Prau menjadi primadona.Banyak jalur menuju kesana namun hanya ada satu jalur resmi dan basecamp yang terletak di dekat wisata Telaga Menjer.  Namun, karena ada mas Dicky yang kebetulan faham kami memilih jalur dari Tieng. Berjalan melewati rumah-rumah warga yang lengang karena gerimis, kami menyusuri jalan berbatu yang tertata sangat rapi. Jalanan meliuk seperti ular dan menanjak langsung menguras tenaga dan membuat kami cepat bosan. Barulah, setelah menghabiskan satu jam kurang perjalanan awal, kami masuk ke ladang perkebunan warga. Menyusuri setepak jalanan kecil yang becek, melingkar menuju akhir perkebunan yang berada dekat dengan hutan-hutan cemara.

Masih diguyur hujan yang setia membasahi, kami melewati hutan-hutan cemara yang rimbun 
mengikuti jalur setapak yang tampak jelas. Hamparan ilalang tinggi yang tumbuh subur dibekas telaga yang mengering memberikan kesan suasana mirip di Pakuwaja. Apalagi, kami terus berjalan melingkari telaga kering sambil menikmati hembusan angin yang terkadang membuat tubuh goyah. walaupun hujan, alam masih enggan memberikan kabut, sehingga kami masih bisa menikmati pemandangan yang masih begitu asri.

Aku sendiri lama-lama mulai kepayahan menapaki track yang terkadang menanjak cukup tinggi. Kakiku yang pendek membuatku harus mencari pijakan lain yang mudah dijangkau. Belum lagi melewati ilalang yang menenggelamkanku membuat jalanku agak sedikit melambat. Namun, kepayahan itu menjadi bumbu-bumbu tawa yang terus menuntun kami menuju puncak.
Setelah masuk ke hutan, barulah nafas lega dan wajah sumringah menghiasi kami semua. Puncak Saroja/Sikudi. Kami sampai tepat sebelum hari gelap, memudahkan kami mencari lokasi mendirikan tenda yang nyaman. kami bergotong royong mendirikan tenda, sambil menata barang-barang basah dan kering yang diletakan secara terpisah agar aman, barulah setelah itu menyalin pakaian dan membuat minuman hangat.
Sayangnya sore itu, kabut sudah mulai muncul sehingga telaga Menjer hanya terlihat samar-samar namun harapan esok cerah membuat kami akhirnya mengurung diri ditenda sambil menikmati cemilan dan juga makan malam.

ulang tahun mas Dicky
Puas mengobrol banyak hal, kami mulai mengambil posisi tidur membenamkan diri di dalam sleeping bag. Angin yang berhembus kencang tanpa henti menjadi teman tidur kami mala mini hingga esok pagi. Tepat pukul 4 pagi aku terbangun, memaksakan diri untuk mengintip keluar tenda berharap cuaca cerah agar bisa melihat matahari terbit. Namun nyatanya, hanya ada kabut dan angin yang berhembus dingin membuatku kembali masuk dan sembunyi dibalik sleeping bag.
Berjam-jam sembunyi dalam tenda membuatku sedikit bosan, setelah menyantap sarapan aku keluar mengamati sekeliling yang sudah tampak cerah. Kabut mulai menghilang dan angin juga mulai mereda membuat jarak pandang menjadi lebih luas. Mas Alfri dan mas Dicky berhambur juga ingin menikmati pagi dingin yang sejuk sambil menikmati pemandangan yang menawan.

Saat tengah berfoto-foto aku terkejut dengan kedatangan dua orang laki-laki yang ternyata pendaki dari Pekalongan. Mereka ternyata tiba ketika kami sudah terlelap, dan akan melanjutkan perjalanan menuju ke Pakuwaja. Setelah mengobrol singkat mereka pamit kembali ke tenda. siang itu, mas Dicky memang sudah berniat untuk pulang lebih awal karena janji. Namun, aku dan mas Alfri menahannya karena kebetulan hari itu juga dia berulang tahun yang ke-20.

telaga kering disaat hujan
Pudding apel dan juga lilin dari batang korek kayu menjadi kue sekedarnya yang dimakan dengan penuh sukacita. Barulah setelah itu dia pamit mendahului untuk pulang. Aku masih menikmati pagi di Saroja sambil berfoto dan berharap semoga cuaca bisa lebih cerah dari sekarang. Namun, sudah menunggu lama hingga tengah hari cuaca masih setia dengan kabut tipis yang samar-samar menutupi telaga Menjer.

Akhirnya, aku dan mas Alfri memutuskan untuk packing dan turun melanjutkan perjalanan ke tempat lain. tiba-tiba hujan turun, ketika kami baru saja berjalan untuk kembali pulang. Alhasil lagi-lagi dengan mantel aku berjalan turun menikmati air dingin yang jatuh dari langit. Anehnya, justru hujan itu membuat kabut perlahan menghilang. Perjalanan pun menjadi lambat karena aku sering meminta berhenti untuk menikmati pemandangan.
minjem kapalnya orang
Sesampainya dirumah mas Dicky, kami kembali berkemas dan akhirnya memutuskan untuk camping di telaga Menjer. Malam itu juga, kami langsung menuju lokasi yang mudah sekali dijangkau. Izin dari ketua RT setempat juga sudah kami kantongi. malam itu, hanya dihabiskan untuk tidur lebih nyeyak mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang.

Pagi-pagi sekali aku bangun dan langsung bergegas menyiapkan sarapan karena sudah tidak sabar menikmati telaga yang ada di depan mata. Kawasana wisata masih sangat sepi, hanya sesekali ada warga lokal yang datang sekedar mengambil kayu atau mengurus tambaknya. Kesempatak itu, tidak terlewatkan dengan kamera seadanya aku abadikan telaga dan juga bukit Saroja yang menjulang dengan gagah.

Aku bermain-main di kapal yang disandarkan ditepi sambil mengamati sekitar. Dua anak kecil menghampiri sambil sibuk memperbaiki kapalnya. Ternyata anak yang punya kapal, dengan ramah aku minta izin untuk sejenak berada dikapalnya sambil bermain dengan adik kecil yang bernama Bela. Seketika itu juga, aku ditawari untuk berkeliling telaga namun harga yang dipatok cukup tinggi jika hanya memuat dua orang. Dengan sabar aku menunggu 6 orang lain sehingga tiap orang hanya kena harga Rp.15.000. namun berjam-jam menunggu tidak ada satu orangpun wisatawan yang datang. Padahal hari sudah semakin siang, namun matahari masih malu-malu menampakan.
Akhirnya aku mengalah, mengurungkan diri untuk berkeliling dan memutuskan untuk kembali lebih awal. Tidak lupa juga untuk menepi menikmati mie ayam pelangi di Banjarnegara yang menjadi favoritku. Perjalanan kali ini, begitu santai menikmati setiap detik, hingga terasa begitu cepat. Rasanya ingin libur panjang lagi setiap minggunya.

-          -               Perjalanan 2-4 Januari 2015         -




foto iseng menunggu cerah

plang informasi dan peringatan


jalur Saroja dari Tieng






pagi hari di telaga Menjer


bersama Bela

penutup perjalan mie ayam pelangi

Rabu, 14 Januari 2015

Spesial Pergantain Tahun (2014 - 2015 )

pembagian tas
Seperti biasanya kami mengobrol santai disebuah tempat yang direkomendasikan oleh mba Olip disebuah cafĂ© bernuansa santai. Bisa langsung tertebak obrolan kami pasti membahas banyak hal yang akhirnya disepakati bersama. Merayakan tahun baru dengan hal yang “bermanfaat”.

Setelah persiapan dan barang-barang sudah lengkap termasuk personil diantaranya aku, mas Jaja, mba Olip, mba Bela, mas Apris dan pak sopir kami semua langsung meluncur menggunakan mobil carteran. Kami semua menikmati perjalanan yang kemalaman dengan bercanda dan mengobrol kesana kemari. Tidak lupa juga mengisi perut yang keroncongan dengan makan di dekat alun-alun. Namun itu belum setengah perjalanan, justru disinilah perjalanan sebenarnya akan dimulai.
jalanan aduhaiii (siang hari)
Kabupaten Banjarnegara kecamatan Punggelan desa Slimpet Dusun Tlaga, sebuah dusun kecil yang berada diantara bukit-bukit rawan longsor menjadi tujuan kami. Dengan tujuan membagikan perlengkapan sekolah untuk anak-anak pengungsi disana yang rumahnya menjadi “zona merah” akibat rawan bencana. Sepanjang perjalanan menyusuri jalanan aspal kecil kami berharap inilah kunci akhir dan kunci awal untuk kembali mengasah kepedulian kami semua.

Selama perjalanan kami semua disuguhkan siluet melengkung bukit-bukit yang dihiasi kerlip-kerlip lampu, menambah manis indahnya malam. Namun segalanya langsung berubah, ketika jalanan aspal hancur berbatu mirip sungai kering mulai kami lewati. Gelapnya kebun salak dan belokan serta tanjakan menambah seru perjalanan yang entah kapan akan berakhir.
Setelah tanjakan panjang yang membuat kami semua harus turun karena mobil tidak kuat menanjak kami semua berfikir. Pak sopir mulai gelisah karena bensin semakin menipis kami juga gelisah namun masih saja bisa bercanda ini itu. niat untuk menghubungi teman pun kandas seketika, ketika semua ponsel kami nihil sinyal ( wakwak). Sambil berfikir kami berjalan menyusuri rumah-rumah warga yang sudah lengang. Sekelompok bapak-bapak yang tengah ronda akhirnya membuat kami lega. Tidak jauh dari tempat mereka berkumpul ternyata ada warung kecil penjual bensin. Alhamdulillah, kami terselamatkan juga.

Lanjut… berbekal info seorang bapak kami mantap melanjutkan perjalanan. Jalanan halus yang hanya muat satu mobil dengan medan menanjak dan berkelok sementara membuat kami bungkam. Namun akhirnya, semua proses yang menegangkan luluh ketika akhirnya kami semua sampai di posko pengungsian. Langsung saja, kami mencari teman kami yang ternyata berada di pengungsian lain. setelah menunggu sambil menonton film yang diputar oleh teman-teman relawan, akhirnya yang ditunggu datang juga.
ade-ade kecil berbaris
Mengobrol ini itu kami semua sempat kaget, karena ternyata kami salah posko. Posko yang seharusnya dituju berada di bawah. Yasudahlah, kami akhirnya bertahan dan menghabiskan dengan mengobrol banyak hal (lagi-lagi). Setelah resmi masuk ke tahun 2015 kami justru memilih untuk tidur mengumpulkan energy untuk esok hari.

Bangun awal yang sangat jarang, hanya dengan cuci muka dan gosok gigi kami ikut serta senam pagi dengan seluruh anak-anak pengungsi. Setelah acara senam selesai, barulah giliran kami masuk untuk membagikan barang bawaan titipan dari para donator. Antusias anak-anak dan semua pengungsi begitu membuat kami bersemangat. Kami menyuruh anak-anak berbaris sesuai tingakatan sekolah mereka, dari SMA, SMP, SD dan TK. Sedangkan anak-anak yang belum sekolah dan PAUD kami bariskan bersama secara terpisah. Barulah acara pembagian donasi yang dipimpin sesepuh desa dimulai dengan khidmat. Beberapa anak-anak maju ke depan mengambil hak mereka dengan wajah gembira dan senyum merekah. Keributan kecil sempat terjadi, ketika anak-anak kecil mulai ribut dan sebagian menangis karena merasa iri mereka belum diberi apapun. Namanya juga anak kecil, akhirnya tangis mereka mereda ketika jajanan kecil sudah ditangan, mereka berbaris kembali. Belum usai sampai disitu, setelah semua dapat secara serempak mereka berdoa bersama-sama. Doa karena diberi sesuatu orang lain dan juga mengucapkan terimakasih. Rasa haru belum juga berakhir, ketika akhirnya mereka semua bersalaman bergantian. Dengan wajah senang dan polos, mereka mengucapkan terimakasih dan mencium tangan kami semua. Ya…kami hanya bisa berdoa dan berharap semoga kelak mereka bisa menjadi penerus bangsa yang baik. Aaammmiiinnn…
lokasi pasca longsor desa Jemblug

Setelah selesai, kami langsung kembali dan bertambah satu personil yaitu mas Indra. Sebagai penujuk arah mas Indra duduk di depan sendiri bersama pak sopir. Sebelum pulang kami menyempatkan diri untuk ke Karang Kobar mengambil barang-barang milik mas Indra. Kami sempat melewati lokasi kejadian longsor di desa Jemblug yang sekarang aksesnya sudah dibuka. Perjalanan pulang akhirnya dihabsikan dengan tidur, hanya pak sopir, mba Bela dan mas Indra yang masih siaga. Setelah terlelap lama aku terbangun karena kaget mobil terus berguncang. Aku liat teman-temanku juga semua terlelap termasuk mas Indra. Namun rasa kaget langsung menyadarkanku yang belum sempat mengucek mata. Mobil kembali kearah Punggelan. Langsung saja, aku bertanya dengan mba Bela ternyata memang dari tadi kami semua tersesat (wahahaha akibat tidur semua). Secara bergilir para personil yang tidur dibangunankan dan langsung berekspresi kaget. Setelah sedikit panic selama beberapa menit, akhirnya kami semua bisa tenang melanjutkan perjalanan dengan arah yang benar.
Aku merasa bersyukur dan tidak rugi sama sekali, menghabiskan waktu pergantian tahun disebuah desa yang masih minim fasilitasnya. Namun keramahan dan ketegaran mereka hidup di tempat yang rawan dan jauh dari keramainlah yang membuat mereka istimewa. Semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya dan semoga alam yang mengelilingi mereka selau terjaga kelestariannya.

-          31 Desember 2014-1 Januari 2015             - 
suasana siang hari masih berkabut

senam pagi bersama





Sabtu, 10 Januari 2015

Pesona Pulau Lapas (Nusakambangan)

Pantai Komando

Sekali lagi aku beruntung (Alhamdulillah senangnya). Siapa sangka niat untuk silaturahmi sama teman-teman di Teluk Penyu Cilacap, justru membawaku menyebrang ke lain pulau. Pulau Nusakambangangan. Siapa yang tidak kenal dengan pulau eskotis dengan keindahan alamnya juga pulau yang menahan puluhan bahkan mungkin ratusan narapidana dibalik jeruji besi. Pulau ini memang khusus, tidak sembarang orang bisa keluar masuk terutama melalui wilayah Permisan. Biasanya para wisatawan yang berminat ke Nusakambangan akan menggunakan prau wisata yang biasanya dijajakan si sekitar Teluk Penyu. Namun lain hal nya dengan aku, yang saat itu justru menyebrang melalui wilayah Permisan yang usut punya usut jika kesana harus memakai surat khusus.

Dengan santai dan tanpa ragu aku dan ke empat temanku yang dipimpin oleh mas Galih menyebrang dengan prahu kecil menuju Nusakambangan. Walaupun agak kesorean antusiasku tidak surut. Menikmati semilir angin dan suara prau yang berbunyi nyaring aku melihat ke sekeliling. Banyak kapal-kapal besar yang diam menepi di pelabuhan. Ada juga pabrik semen dari kejauhan yang saat itu tidak terdapat aktifitas. Menyeberang melalui pelabuhan ini sangat tenang dan aman, tidak ada goncangan ombak sekalipun.   

Tugu Nusakambangan
Akhirnya, setelah perjalanan singkat yang mendayu selama 15 menit sampailah kami semua di Pulau Nusakambangan. Tapi tunggu dulu, tempat yang kami tuju masih cukup jauh dari penyebrangan. Perjalanan tambahan selama kurang lebih 30 menit harus kami tempuh dengan menggunakan sepeda motor.  Kami memacu motor dengan kecepatan diatas 60km/jam melewati tepi pantai yang ditanami bakau. Jalan aspal disini sangat mulus dan sepi dari kendaraan, sehingga kami bisa dengan mudah memacu motor dengan cepat untuk segera bisa sampai ke tempat tujuan. Selama perjalanan, kami di sugukan pemandangan hutan rimbun yang masih lebat disisi kiri kami. Di sisi sebelah kanan beragam jenis tanaman warga menjadi keragaman sendiri di pulau ini. Tidak jarang, kami melewati rumah-rumah warga yang lengang, atau bangunan tua yang kosong dan rusak ditinggal begitu saja. Memang, warga asli Nusakambangan sebagian sudah pindah dan memilih tinggal di Cilacap atau di tempat lain. seperti temanku mas Ilham dan mas Galih yang memilih menetap di Cilacap.

Kami masih memacu sambil mengikuti ritme jalanan yang terkadang berbelok ataupun lurus. Setelah setengah perjalanan pemandangan berbeda menyapa kami dengan dinding tinggi, kawat berduri dan disana sini orang berjaga dengan ketat.  Inilah kawasan Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Nusakambangan memang memiliki beberapa lapas khusus dengan tingkat pengamanan yang berbeda-beda, seperti lapas Batu, lapas Narkotika, dan ada juga lapas Permisan. Ketika masuk di kawasan ini, siap-siap untuk mengurungkan diri mengecek ponsel yang setia menemani. Karena di wiliayah ini memang sama sekali tidak ada sinyal, dan itu adalah salah satu pengamanan yang ada.
Tapi, aku tidak begitu memusingkannya karena tujuan kami ternyata sudah di depan mata. Hamparan pasir putih dan deburan ombak yang mencium batu karang membuat mataku seakan dimanja. Angin yang berhembus menerpa wajah membawa aroma laut yang begitu khas di indra penciuman. Inilah pantai Komando. Kenapa disebut pantai komando ? karena pantai ini memiliki patung yang membentuk pisau komando yang berada di batu karang tidak jauh dari pantai. Selain itu pantai ini memang sering digunakan untuk latihan  para tentara. Aku menentukan satu spot untuk duduk, sembari menunggu mas Galih dan mas Ryan yang kembali untuk mencari tukang tambal ban.
Setelah kami semua berkumpul, kami berjalan santai menikmati pantai yang hanya diramakain rombongan kami dan tiga orang anak lokal. Nusakambangan memang kaya dengan hasil buminya, namun sayangnya eksploitasi yang ada sedikit demi sedikit mengeruk pulau kecil ini hingga ke bawah tanah.

Lapas Permisan
Pulau Nusakambangan pernah terkena dampak tsunami beberapa tahun lalu. Menurut cerita mas Ilham dulu disini, terdapat patung putri duyung yang menjadi icon pantai ini, namun terjangan tsunami menghempas dan merusaknya. Kejadian itu membuat mas Ilham trauma dan alasan itulah membuat dia akhirnya pindah ke Cilacap. Cerita mas Ilham lagi, seandainya jika tidak ada pulau Nusakambangan sudah dipastikan kota Cilacap pasti akan terkena imbas tsunami juga. Namun tsunami saat itu justru hanya menghantam Nusakambangan sehingga melindungi kota Cilacap yang sampai saat ini roda kehidupan masyarakatnya terus berputar.

Satu jam menghabiskan waktu di pantai, kami akhirnya memutuskan kembali dan menunggu tukang tambal ban. Rumah tukang tambal ban ini berada masuk ke tengah kebun yang tak terurus. Lokasinya yang sedikit tertutup dari jalan raya, membuat sebagian orang pasti berfikir tidak ada penghuni dibalik kebun ini. Lama menunggu disebuah rumah yang terbuat dari kayu dan tanpa listrik ini, kami semua resah. Bukan karena puluhan nyamuk yang menyerbu tapi waktu yang terus berputar. Ketika sang pemilik tambal ban tiba sepulang dari ladangnya , kami ternyata harus kembali menunggu (PHP). Karena dia harus kembali pergi ke ladang yang lain untuk menggarap sesuatu. Barulah, setelah kembali motor milik mas Ilham digarap.

Cilacap malam (sayang ngeblur)
Kami menunggu sembari mengobrol banyak hal dengan pemilik tukang tambal ban dan istrinya. Ternyata mereka berasal dari Jawa Barat dan baru tinggal disini selama 4 tahun. Banyak hal yang mereka ceritakan pada kami, seperti kematian 3 anjing peliharaannya yang dimakan oleh macan kumbang dan masih banyak lagi. Memang, Nusakambangan masih menjadi habitat bagi hewan-hewan liar seperti ular, macan, rusa, babi hutan dan lainnya. Sebab itulah disini dilarang untuk pemburuan hewan dan sudah diatur oleh undang-undang. Setelah selesai, kami berpamitan dengan mereka untuk segera kembali ke penyebrangan.

Selama perjalanan kami berharap masih ada prahu yang akan membawa kami kembali. Dari Nusakambangan terlihat sangat jelas kerlip lampu kota Cilacap yang amat begitu dekat berbeda dengan Nusakambangan yang gelap. Syukurlah, tidak perlu waktu lama untuk menunggu akhirnya kami bisa kembali menyebrang dengan prahu yang sama. Perjalanan malam dengan prau kami nikmati sembari menenangkan hati yang terus was-was dari tadi. Ternyata kami beruntung, prahu yang kami naiki adalah prau terakhir. Rasa syukur selalu terucap usai melepas Nusakambangan dan akhirnya kaki kembali menginjak di tanah Jawa. Setelah singgah sejenak dirumah mas Galih aku dan mas Alfri berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanan  menuju kerumah. Alhamdulillah Indonesia benar-benar mempesona.

-28 Desember 2014-




menikmati naik prau

Pabrik Semen



sisi lain Pantai Komando

bebatuan karan di Pantai Komando