Rabu, 21 Januari 2015

Ini Namanya Liburan Santai

Saroja dari telaga Menjer


Sempat pesimis dan kecewa, ketika libur akhir tahun ternyata tidak ada jatah libur satu haripun. Namun yang mengejutkan sekaligus membuatku senang adalah libur panjang selama empat hari di awal tahun (yyyeeee). Tanpa komando, kakiku mulai gatal untuk segera pergi libur dengan pilihan mendaki gunung. Maklum sudah berbulan-bulan aku absen mendaki akibat jatuh sakit.

Setelah memilih dengan menimbang kondisi cuaca dan uang saku aku menempatkan pilihan pada satu gunung kecil atau bukit yang memang sudah aku incar sejak lama. Gunung Saroja/Sikudi yang memiliki ketinggian 2311mdpl, sebuah bukit yang masih jarang diminati. Dengan antusias aku meluncur ditemani mas Alfri dengan motor menuju rumah temanku mas Dicky yang berada di Tieng.
Setelah kehujanan ketika masuk kota Wonosobo, akhirnya sampai juga dirumah mas Dicky. Cuaca hari itu memang berkabut dan terkadang gerimis. Sembari istirahat dan menunggu mas Dicky packing, aku dan mas Alfri menghangatkan diri di tungku. Orang-orang di Tieng dan kawasan Dieng memang punya tungku didapur mereka masing-masing untuk pelarian ketika kedinginan. Tidak perlu menunggu lama, setelah persiapan matang, kami langsung berjalan menuju Saroja.
kabut yang perlahan pergi

Saroja atau Sikudi yang kedua-duanya terkenal diantara warga sekitar memang merupakan bukit atau gunung, yang baru-baru ini tengah mencuat namanya setelah gunung Prau menjadi primadona.Banyak jalur menuju kesana namun hanya ada satu jalur resmi dan basecamp yang terletak di dekat wisata Telaga Menjer.  Namun, karena ada mas Dicky yang kebetulan faham kami memilih jalur dari Tieng. Berjalan melewati rumah-rumah warga yang lengang karena gerimis, kami menyusuri jalan berbatu yang tertata sangat rapi. Jalanan meliuk seperti ular dan menanjak langsung menguras tenaga dan membuat kami cepat bosan. Barulah, setelah menghabiskan satu jam kurang perjalanan awal, kami masuk ke ladang perkebunan warga. Menyusuri setepak jalanan kecil yang becek, melingkar menuju akhir perkebunan yang berada dekat dengan hutan-hutan cemara.

Masih diguyur hujan yang setia membasahi, kami melewati hutan-hutan cemara yang rimbun 
mengikuti jalur setapak yang tampak jelas. Hamparan ilalang tinggi yang tumbuh subur dibekas telaga yang mengering memberikan kesan suasana mirip di Pakuwaja. Apalagi, kami terus berjalan melingkari telaga kering sambil menikmati hembusan angin yang terkadang membuat tubuh goyah. walaupun hujan, alam masih enggan memberikan kabut, sehingga kami masih bisa menikmati pemandangan yang masih begitu asri.

Aku sendiri lama-lama mulai kepayahan menapaki track yang terkadang menanjak cukup tinggi. Kakiku yang pendek membuatku harus mencari pijakan lain yang mudah dijangkau. Belum lagi melewati ilalang yang menenggelamkanku membuat jalanku agak sedikit melambat. Namun, kepayahan itu menjadi bumbu-bumbu tawa yang terus menuntun kami menuju puncak.
Setelah masuk ke hutan, barulah nafas lega dan wajah sumringah menghiasi kami semua. Puncak Saroja/Sikudi. Kami sampai tepat sebelum hari gelap, memudahkan kami mencari lokasi mendirikan tenda yang nyaman. kami bergotong royong mendirikan tenda, sambil menata barang-barang basah dan kering yang diletakan secara terpisah agar aman, barulah setelah itu menyalin pakaian dan membuat minuman hangat.
Sayangnya sore itu, kabut sudah mulai muncul sehingga telaga Menjer hanya terlihat samar-samar namun harapan esok cerah membuat kami akhirnya mengurung diri ditenda sambil menikmati cemilan dan juga makan malam.

ulang tahun mas Dicky
Puas mengobrol banyak hal, kami mulai mengambil posisi tidur membenamkan diri di dalam sleeping bag. Angin yang berhembus kencang tanpa henti menjadi teman tidur kami mala mini hingga esok pagi. Tepat pukul 4 pagi aku terbangun, memaksakan diri untuk mengintip keluar tenda berharap cuaca cerah agar bisa melihat matahari terbit. Namun nyatanya, hanya ada kabut dan angin yang berhembus dingin membuatku kembali masuk dan sembunyi dibalik sleeping bag.
Berjam-jam sembunyi dalam tenda membuatku sedikit bosan, setelah menyantap sarapan aku keluar mengamati sekeliling yang sudah tampak cerah. Kabut mulai menghilang dan angin juga mulai mereda membuat jarak pandang menjadi lebih luas. Mas Alfri dan mas Dicky berhambur juga ingin menikmati pagi dingin yang sejuk sambil menikmati pemandangan yang menawan.

Saat tengah berfoto-foto aku terkejut dengan kedatangan dua orang laki-laki yang ternyata pendaki dari Pekalongan. Mereka ternyata tiba ketika kami sudah terlelap, dan akan melanjutkan perjalanan menuju ke Pakuwaja. Setelah mengobrol singkat mereka pamit kembali ke tenda. siang itu, mas Dicky memang sudah berniat untuk pulang lebih awal karena janji. Namun, aku dan mas Alfri menahannya karena kebetulan hari itu juga dia berulang tahun yang ke-20.

telaga kering disaat hujan
Pudding apel dan juga lilin dari batang korek kayu menjadi kue sekedarnya yang dimakan dengan penuh sukacita. Barulah setelah itu dia pamit mendahului untuk pulang. Aku masih menikmati pagi di Saroja sambil berfoto dan berharap semoga cuaca bisa lebih cerah dari sekarang. Namun, sudah menunggu lama hingga tengah hari cuaca masih setia dengan kabut tipis yang samar-samar menutupi telaga Menjer.

Akhirnya, aku dan mas Alfri memutuskan untuk packing dan turun melanjutkan perjalanan ke tempat lain. tiba-tiba hujan turun, ketika kami baru saja berjalan untuk kembali pulang. Alhasil lagi-lagi dengan mantel aku berjalan turun menikmati air dingin yang jatuh dari langit. Anehnya, justru hujan itu membuat kabut perlahan menghilang. Perjalanan pun menjadi lambat karena aku sering meminta berhenti untuk menikmati pemandangan.
minjem kapalnya orang
Sesampainya dirumah mas Dicky, kami kembali berkemas dan akhirnya memutuskan untuk camping di telaga Menjer. Malam itu juga, kami langsung menuju lokasi yang mudah sekali dijangkau. Izin dari ketua RT setempat juga sudah kami kantongi. malam itu, hanya dihabiskan untuk tidur lebih nyeyak mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang.

Pagi-pagi sekali aku bangun dan langsung bergegas menyiapkan sarapan karena sudah tidak sabar menikmati telaga yang ada di depan mata. Kawasana wisata masih sangat sepi, hanya sesekali ada warga lokal yang datang sekedar mengambil kayu atau mengurus tambaknya. Kesempatak itu, tidak terlewatkan dengan kamera seadanya aku abadikan telaga dan juga bukit Saroja yang menjulang dengan gagah.

Aku bermain-main di kapal yang disandarkan ditepi sambil mengamati sekitar. Dua anak kecil menghampiri sambil sibuk memperbaiki kapalnya. Ternyata anak yang punya kapal, dengan ramah aku minta izin untuk sejenak berada dikapalnya sambil bermain dengan adik kecil yang bernama Bela. Seketika itu juga, aku ditawari untuk berkeliling telaga namun harga yang dipatok cukup tinggi jika hanya memuat dua orang. Dengan sabar aku menunggu 6 orang lain sehingga tiap orang hanya kena harga Rp.15.000. namun berjam-jam menunggu tidak ada satu orangpun wisatawan yang datang. Padahal hari sudah semakin siang, namun matahari masih malu-malu menampakan.
Akhirnya aku mengalah, mengurungkan diri untuk berkeliling dan memutuskan untuk kembali lebih awal. Tidak lupa juga untuk menepi menikmati mie ayam pelangi di Banjarnegara yang menjadi favoritku. Perjalanan kali ini, begitu santai menikmati setiap detik, hingga terasa begitu cepat. Rasanya ingin libur panjang lagi setiap minggunya.

-          -               Perjalanan 2-4 Januari 2015         -




foto iseng menunggu cerah

plang informasi dan peringatan


jalur Saroja dari Tieng






pagi hari di telaga Menjer


bersama Bela

penutup perjalan mie ayam pelangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar