Sabtu, 10 Januari 2015

Pesona Pulau Lapas (Nusakambangan)

Pantai Komando

Sekali lagi aku beruntung (Alhamdulillah senangnya). Siapa sangka niat untuk silaturahmi sama teman-teman di Teluk Penyu Cilacap, justru membawaku menyebrang ke lain pulau. Pulau Nusakambangangan. Siapa yang tidak kenal dengan pulau eskotis dengan keindahan alamnya juga pulau yang menahan puluhan bahkan mungkin ratusan narapidana dibalik jeruji besi. Pulau ini memang khusus, tidak sembarang orang bisa keluar masuk terutama melalui wilayah Permisan. Biasanya para wisatawan yang berminat ke Nusakambangan akan menggunakan prau wisata yang biasanya dijajakan si sekitar Teluk Penyu. Namun lain hal nya dengan aku, yang saat itu justru menyebrang melalui wilayah Permisan yang usut punya usut jika kesana harus memakai surat khusus.

Dengan santai dan tanpa ragu aku dan ke empat temanku yang dipimpin oleh mas Galih menyebrang dengan prahu kecil menuju Nusakambangan. Walaupun agak kesorean antusiasku tidak surut. Menikmati semilir angin dan suara prau yang berbunyi nyaring aku melihat ke sekeliling. Banyak kapal-kapal besar yang diam menepi di pelabuhan. Ada juga pabrik semen dari kejauhan yang saat itu tidak terdapat aktifitas. Menyeberang melalui pelabuhan ini sangat tenang dan aman, tidak ada goncangan ombak sekalipun.   

Tugu Nusakambangan
Akhirnya, setelah perjalanan singkat yang mendayu selama 15 menit sampailah kami semua di Pulau Nusakambangan. Tapi tunggu dulu, tempat yang kami tuju masih cukup jauh dari penyebrangan. Perjalanan tambahan selama kurang lebih 30 menit harus kami tempuh dengan menggunakan sepeda motor.  Kami memacu motor dengan kecepatan diatas 60km/jam melewati tepi pantai yang ditanami bakau. Jalan aspal disini sangat mulus dan sepi dari kendaraan, sehingga kami bisa dengan mudah memacu motor dengan cepat untuk segera bisa sampai ke tempat tujuan. Selama perjalanan, kami di sugukan pemandangan hutan rimbun yang masih lebat disisi kiri kami. Di sisi sebelah kanan beragam jenis tanaman warga menjadi keragaman sendiri di pulau ini. Tidak jarang, kami melewati rumah-rumah warga yang lengang, atau bangunan tua yang kosong dan rusak ditinggal begitu saja. Memang, warga asli Nusakambangan sebagian sudah pindah dan memilih tinggal di Cilacap atau di tempat lain. seperti temanku mas Ilham dan mas Galih yang memilih menetap di Cilacap.

Kami masih memacu sambil mengikuti ritme jalanan yang terkadang berbelok ataupun lurus. Setelah setengah perjalanan pemandangan berbeda menyapa kami dengan dinding tinggi, kawat berduri dan disana sini orang berjaga dengan ketat.  Inilah kawasan Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Nusakambangan memang memiliki beberapa lapas khusus dengan tingkat pengamanan yang berbeda-beda, seperti lapas Batu, lapas Narkotika, dan ada juga lapas Permisan. Ketika masuk di kawasan ini, siap-siap untuk mengurungkan diri mengecek ponsel yang setia menemani. Karena di wiliayah ini memang sama sekali tidak ada sinyal, dan itu adalah salah satu pengamanan yang ada.
Tapi, aku tidak begitu memusingkannya karena tujuan kami ternyata sudah di depan mata. Hamparan pasir putih dan deburan ombak yang mencium batu karang membuat mataku seakan dimanja. Angin yang berhembus menerpa wajah membawa aroma laut yang begitu khas di indra penciuman. Inilah pantai Komando. Kenapa disebut pantai komando ? karena pantai ini memiliki patung yang membentuk pisau komando yang berada di batu karang tidak jauh dari pantai. Selain itu pantai ini memang sering digunakan untuk latihan  para tentara. Aku menentukan satu spot untuk duduk, sembari menunggu mas Galih dan mas Ryan yang kembali untuk mencari tukang tambal ban.
Setelah kami semua berkumpul, kami berjalan santai menikmati pantai yang hanya diramakain rombongan kami dan tiga orang anak lokal. Nusakambangan memang kaya dengan hasil buminya, namun sayangnya eksploitasi yang ada sedikit demi sedikit mengeruk pulau kecil ini hingga ke bawah tanah.

Lapas Permisan
Pulau Nusakambangan pernah terkena dampak tsunami beberapa tahun lalu. Menurut cerita mas Ilham dulu disini, terdapat patung putri duyung yang menjadi icon pantai ini, namun terjangan tsunami menghempas dan merusaknya. Kejadian itu membuat mas Ilham trauma dan alasan itulah membuat dia akhirnya pindah ke Cilacap. Cerita mas Ilham lagi, seandainya jika tidak ada pulau Nusakambangan sudah dipastikan kota Cilacap pasti akan terkena imbas tsunami juga. Namun tsunami saat itu justru hanya menghantam Nusakambangan sehingga melindungi kota Cilacap yang sampai saat ini roda kehidupan masyarakatnya terus berputar.

Satu jam menghabiskan waktu di pantai, kami akhirnya memutuskan kembali dan menunggu tukang tambal ban. Rumah tukang tambal ban ini berada masuk ke tengah kebun yang tak terurus. Lokasinya yang sedikit tertutup dari jalan raya, membuat sebagian orang pasti berfikir tidak ada penghuni dibalik kebun ini. Lama menunggu disebuah rumah yang terbuat dari kayu dan tanpa listrik ini, kami semua resah. Bukan karena puluhan nyamuk yang menyerbu tapi waktu yang terus berputar. Ketika sang pemilik tambal ban tiba sepulang dari ladangnya , kami ternyata harus kembali menunggu (PHP). Karena dia harus kembali pergi ke ladang yang lain untuk menggarap sesuatu. Barulah, setelah kembali motor milik mas Ilham digarap.

Cilacap malam (sayang ngeblur)
Kami menunggu sembari mengobrol banyak hal dengan pemilik tukang tambal ban dan istrinya. Ternyata mereka berasal dari Jawa Barat dan baru tinggal disini selama 4 tahun. Banyak hal yang mereka ceritakan pada kami, seperti kematian 3 anjing peliharaannya yang dimakan oleh macan kumbang dan masih banyak lagi. Memang, Nusakambangan masih menjadi habitat bagi hewan-hewan liar seperti ular, macan, rusa, babi hutan dan lainnya. Sebab itulah disini dilarang untuk pemburuan hewan dan sudah diatur oleh undang-undang. Setelah selesai, kami berpamitan dengan mereka untuk segera kembali ke penyebrangan.

Selama perjalanan kami berharap masih ada prahu yang akan membawa kami kembali. Dari Nusakambangan terlihat sangat jelas kerlip lampu kota Cilacap yang amat begitu dekat berbeda dengan Nusakambangan yang gelap. Syukurlah, tidak perlu waktu lama untuk menunggu akhirnya kami bisa kembali menyebrang dengan prahu yang sama. Perjalanan malam dengan prau kami nikmati sembari menenangkan hati yang terus was-was dari tadi. Ternyata kami beruntung, prahu yang kami naiki adalah prau terakhir. Rasa syukur selalu terucap usai melepas Nusakambangan dan akhirnya kaki kembali menginjak di tanah Jawa. Setelah singgah sejenak dirumah mas Galih aku dan mas Alfri berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanan  menuju kerumah. Alhamdulillah Indonesia benar-benar mempesona.

-28 Desember 2014-




menikmati naik prau

Pabrik Semen



sisi lain Pantai Komando

bebatuan karan di Pantai Komando



Tidak ada komentar:

Posting Komentar