panggung aksi |
Sebuah keberuntungan, mendapatkan pengalaman dan ilmu yang tiada duanya dan amat sangat berharga. Bahkan tidak akan ternilai dengan uang yang selalu jadi kebutuhan setiap orang. Lagi-lagi beruntung, melewatkan perjalanan sore cerah di antara sawah dan juga rel kereta api, membawaku ke sebuah desa yang berada di kecamatan Wangon. Hanya berandalkan info dari warga yang ditemui setiap perjalanan aku dan keempat temanku, terus memacu motor menuju sebuah desa, Randegan.
alat musik gamelan (gong) |
Wangon, Randegan RT 04 RW 04 sebuah desa yang berada cukup jauh dari jalan raya utama memberikan nuansa minimalis khas sebuah pedesaan. Jalanan tampak sepi, begitu juga rumah-rumah warga yang lengang aktifitas. Beda halnya dengan sebuah rumah yang pelatarannya sudah disiapkan beberapa kursi, panggung dan juga satu set lengkap alat musik gamelan. Begitu motor diparkir kami langsung disapa oleh sang pemilik rumah dan yang punya hajat, yaitu mas Gunawan.
Ini bukan acara pernikahannya atau acara adanya lengger semacamnya, ini adalah acara peresmian taman baca “Oemah Bejo”. Sebuah taman baca untuk anak-anak sekitar juga masyarakatnya yang baru berdiri selama enam bulan. Menarik sekali, bisa datang kesini apalagi bisa menambah teman baru yang dua diantaranya berasal dari luar negeri.
Tepat ba’da isya seluruh warga datang berbondong-bondong untuk menyaksikan peresmian “Oemah Bejo” yang selama beberapa jam ke depan akan mementaskan para anak didik yang sekarang tengah sibuk bahkan mungkin sebagian gugup karena akan tampil. Sembari menunggu acara dimulai, iseng aku mengajak ngobrol salah satu seorang “bule” yang berasal dari Bangladesh. Namanya Trina Baura, salah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bandung, dia sangat senang bahkan antusias terlibat dalam acara ini, beruntungnya bisa mengenal dia hanya dengan bekal bahasa Inggris yang pas-pasan.
Ketika bangku kosong sudah terisi penuh, bahkan sebagian penonton berdiri acara dibuka dengan pentas tari “Gembira”. Wah..seperti mengenang jaman sekolah dasar dulu, aku pernah belajar tari ini. Dengan antusias para warga menyambut dengan tepuk tangan meriah ketika pentas tari ditampilkan. Tampak wajah semangat dan malu-malu dari para wajah penari ciliki yang tengah melenggok lues dipanggung.
teater yang berjudul "upacara" |
Setelah dibuka dengan tarian, barulah acara sambutan dari pak RW membawa animo warga sedikit lebih serius. Namun , segera dicairkan dengan penampilan para adik-adik yang membacakan puisi, tarian dan juga drama nasionalis yang berjudul “Upacara”. Semua warga tampak terhibur dengan drama yang singkat namun mengandung makna dan arti khusus. Tak jarang, tingkah ekspresi para pemain drama mengundang tawa kami semua. Di akhir acara ditutup dengan pentas tari dan juga sedikit aksi lengger yang menarik, karena para penari mengikut sertakan para bule untuk menari di atas panggung. Sebuah pagelaran budaya yang diracik sederhana namun begitu sangat menarik.
Barulah setelah acara hiburan selesai, sharing ringan dengan sang pemilik “Oemah Bejo” mas Gunawan dan juga para panitia dibaliknya dengan santai memberikan arahan dan juga tujuan tentang taman baca yang tengah terus berjuang. Banyak ide-ide hebat seperti pengembangan, desa wisata, potensi masakan tradisional, budaya dan masih banyak lagi. Dan yang terpenting, antusias para warga yang begitu amat sangat senang dengan keberadaan taman baca di desa mereka membuat mereka begitu semangat mengikuti kata perkata sharing ringan yang berjalan sekitar 30 menit ini.
Aku yang duduk dibangku dekat gamelan, ikut antusias mendengarkan dan memahami. Rasanya ikut termotivasi sebagai seorang pemudi desa. Karena nyatanya, sang pemilik taman baca juga hanya seorang pemuda desa, walaupun mungkin, pekerjaan diluar sana begitu menjanjikan namun dia memilih untuk kembali membangun desanya. Merangkul teman-temannya yang kebanyakan dari komuntas “Couchsurfing” (sebuah komunitas antar budaya yang terjun langsung mengenalkan potensi Indonesia kepada warga negas asing), beliau membuat sebuah gebrakan yang amat sangat berpotensi untuk memajukan masyarakat desanya. Angkat topi untuk mas, hebat :D
Penutupan acara, diakhiri dengan paduan suara yang menyanyikan lagu “Bunda”. Semua orang tampak ikut mengalir terhayut akan lagu yang bermakna dalam ini. Rasanya semua malam ini begitu pas mengena dihati apalagi begitu banyak keberuntungan yang memotivasi diri sendiri. Sesuai dengan namanya “Oemah Bejo”, semoga selalu beruntung untuk memajukan desa, warga dan juga segala potensi yang ada dengan arif dan bijaksana.
Terimakasih :D
sore cerah |
teman baru dari Bangladesh |
pembacaan puisi |
penampilan tari |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar